N.Y.A.M.U.K.
Ugh,
entah mengapa aku sangat tidak suka sekali dengan makhluk satu itu. Aku sangat
yakin, kalau wajahnya itu di-zoom sekian
puluh kali, pasti akan ketahuan kalau karakternya memang: jahat, tengil,
songong, culas, licik, dan lain sebagainya - apalah itu namanya yang bersinonim
dengan watak antagonis penderita psikopatik akut.
Kamu pasti bertanya, kenapa aku begitu membencinya? Ayolah, teman, apakah kamu sangat suka digigit nyamuk? Apakah kamu menikmati bentolan-bentolan gatal itu? Ah, semasokis-nya aku, akan lebih memilih kena goresan pisau daripada harus menerima serbuan sengatan taring dari nyamuk-nyamuk tengil itu.
Mungkin kamu akan menganggap biasa saja invasi
para nyamuk itu. Tapi, hei! Kulitku tidaklah sekebal itu. Sekali ada gigitan
nyamuk yang ‘landing’ di kulitku,
maka rasa gatalnya akan menyerang seluruh tubuh. Langsung membentuk berderet benjolan
yang gatalnya tak akan hilang sekali garuk. Mengiritasi sampai beberapa jam
kemudian. Entah, siapakah yang harus disalahkan, kulitku yang terlalu sensitif atau para nyamuk itu yang terlalu arogan dan berbisa. Ah, mereka itu kanibal –
pemakan darah – tentu saja mereka harus kejam. Natur mengajarkan itu. Menjadi ‘jahat’
adalah sifat alamiah mereka. Seperti: topi saya bundar, kalau tidak bundar
bukanlah topi saya. Nah, nyamuk itu jahat, kalau tidak jahat bukanlah nyamuk. Oh,
wow! Kenapa baru terfikir sekarang konklusi random ini. Etapi dengar kalian,
para nyamuk! Hal itu bukan berarti memberiku pemakluman. Aku masih saja antipati
pada kalian. Maaf saja, kalian terlalu menyakitkan untuk disebut menyenangkan.
Aku tahu, kamu pasti akan berfikir seperti ini: ‘Sekarang ini kan sudah ada lotian anti nyamuk,
obat nyamuk bakar atau yang elektrik juga sudah banyak di pasaran. Jadi, pliss
dong deh!’
Ha-ha-ha, itulah masalahnya! Aku tidak terlalu
suka dengan tekstur lotion yang lengket dan bau menyengatnya itu, lalu pengusir
nyamuk yang dibakar-bakar itu apalagi, membuat rongga dada semakin menyempit
karena menahan sesak.
Iya, nyamuk-nyamuk itu membuatku manja! Semuanya salah
nyamuk, semua gara-gara nyamuk. Betul, terimalah itu wahai para nyamuk, mau tak
mau semua salah harus ditujukan ke arah hidungmu, haha.
Begini, kadang aku sangat heran dengan nyamuk-nyamuk
itu. Ketika aku memproteksi diri dengan selimut dari ujung kaki sampai bawah
dagu [inilah satu-satunya cara untuk meminimalisir serbuan nyamuk ketika tidur],
para nyamuk itu tak hilang akal, spot-spot yang mereka pilih sebagai target
adalah seputaran wajah – tentu saja, mereka itu memang pejuang sejati yang
pantang menyerah, huh! Target mereka
secara spesifik dan yang monoton-monoton saja adalah daerah bibir dan seputaran
kelopak mata. Dan itu sakitnya minta ampun. Hei, aku tak akan menyelimuti
sekujur tubuh, dari ujung jempol kaki sampai ujung rambut! itu akan membuatku
sulit bernafas, karena oksigen yang kuhirup ya itu-itu saja. Yang tentu saja
itu akan lebih mudah membunuhku, pelan-pelaaan. Baiklah, yang barusan itu terdengar sedikit bermajas hiperbola, hehe.
Aku masih bisa tahan dengan udara dingin atau
panas yang ekstrim. Itu tak akan menghalangiku untuk menyenyakkan tidur. Tapi kalau
masalahnya sudah menyangkut nyamuk, mata dan kepala ini akan super duper sensitif
sekali. Berkali-kali terbangun karena tangan dan kaki sibuk menggaruk-garuk. Aku
tak bisa tak hirau, aku tak bisa tak acuh dengan makhluk kecil binal nan arogan
itu!
Duh, [tidak] beruntungnya ini adalah bulan dimana
musim penghujan tiba. Musim para nyamuk menyombongkan eksistensinya. Siap-siap
saja menggeram sepanjang malam, huh!
Ps: Ehm… mungkin aku akan sedikit berbaik hati
dengan kalian, para nyamuk. Asal kalian mau membawakanku beberapa pot bunga
lavender, biar kutaruh di jendela kamarku. Bagaimana, tertarik?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar