Rabu, 10 Desember 2014

SELAMAT RABU DINI HARI, SEMOGA TUBUH TANGGUH LAGI.


Terbangun di jam sebelas malam lewat sedikit. Hibernasi sedari sore tadi lumayan menghilangkan sedikit pening di kepala. Flu yang membawa demam dan leher perih itu memang brengsek, semacam kolaborasi balet dan biola yang dimainkan oleh orang yang sama yang merasa sok bisa. Menyebalkan.
Mungkin ini hasil dari hujan-hujanan sesorean kemarin lusa. Ah, mana mungkin hujan yang mengagumkan bisa menyebarkan virus? Aku bukan anak manja yang kepalanya kena rintik hujan sedikit saja langsung meringkuk di kasur sambil mengerang. Aku lebih percaya kalau ini semacam efek random dari permainannya Tuhan. Dia sedang iseng memainkan telunjuknya ke arah kepala-kepala egosentris yang merasa sok kuat. Dia seakan teriak di kupingku, “Helloooo… mutan hanya ada di film, jangan kau putar berulang-ulang di ke kepalamu!” Hahaha… aku bukan penyuka film-film Superhero, Han.

Jam setengah dua belas, hampir tengah malam. Sedari sore tadi aku sengaja mematikan Hp, si Maha Pengalih Perhatian. Sekedar disenyapkan hanya akan membuat penasaran. Bah! Apakah Hp sudah bermutasi menjadi sejenis makhluk hidup yang belum terklasifikasi? Oke, ucapkan selamat untuk iklan dan ketidakpuasan manusia. Ya, ini semacam rutinitas yang terpogram di alam bawah sadar. Bangun tidur, hal pertama yang dilakukan adalah ngelus-ngelus Hp. Adakah berita sensasional dan gosip murahan yang terlewatkan hari ini? Jangan sampai terlewat atau si Maha Tahu akan mengutukmu jadi Upik Abu!
Iya, terjaga langsung ngecek Hp. Waahh… banyak pesan masuk dari aplikasi-aplikasi unduhan gratis. Mulai membaca satu-satu, tapi tak membalas satupun. Biar saja, toh kepalaku masih pening, tak sanggup menatap layar Hp berlama-lama. Oke, matikan Hp lagi. Berlama-lama memegang Hp bisa-bisa terkontaminasi efek radiasi alienasi *tsah!

Jam dua belas tengah malam, perut mulai lapar. Ada brownies sisa kue ulang tahun teman tadi sore. Tapi lagi malas makan yang manis dan legit. Bisa-bisa tenggorokanku tambah sakit. Hmm… pengen ngopi tapi yang ringan saja, kasihan leher. Taraaa… kopi putih instan cap hewan pengerat sudah siap diseduh panas-panas, tanpa gula pastinya. Tapi rasa lapar harus tetap diganjal. Apa ya? Buka-buka lemari, mengintai di bawah lipatan kasur, siapa tahu ada ‘harta karun’ yang belum terdeteksi. Eh, ada kue bertekstur kasar dengan isian coklat di lemari pakaian, kemarin itu aku dikasih kue sama ponakan kecilku yang temannya lagi ulang tahun. Dia memang manis, selalu menyisakan kue atau jajanan yang sesuai seleraku. Dan dia paling tahu kalau aku suka wafer ‘Superman’. Kemarin-kemarin itu hampir dua hari sekali dia selalu menyelipkannya  diantara tumpukan bajuku. So sweet kan? Lebih manis daripada rayuan murahan di sinetron-sinetron kejar tayang itu. Peluk dan cium untukmu yang manis, hehehe…
Makan kue yang tak terlalu manis dengan kopi yang sedang saja takaran pahitnya itu sangat menghangatkan lambung tanpa membuat tenggorokan tercekat. Pas. Nah, perut sudah lumayan kenyang. Tapi jam segini belum bisa bisa ngantuk lagi, ngapain ya… mau baca buku tapi stok bacaan yang belum dibaca masih kosong, mau nonton film di laptop tapi kan sudah kubilang kalau aku lagi malas memelototin layar elektrik yang sinarnya berpendar menyakitkan mata *dasar bebal, huh!
Ehm… aha! Aku kemarin siang kan beli cokelat batangan rasa kacang mede di minimarket berinisial I. oke, lupakan tentang hidup sehat, kolesterol tinggi, blablabla… Maafkan untuk penemu tips ‘gak boleh ngemil malam-malam karena bikin perut buncit’, aku itu bukan seorang idealis yang rela kelaparan demi ideologinya, memang aku idiot!
Ya, cokelat itu enak. Kadang di moment tertentu lebih enak daripada kentang yang dikukus yang maha eksotis itu. Tapi mereka sama-sama favorit, gak perlulah diperbandingkan, keanekaragaman itu keren. Aku kalau makan cokelat sendirian itu tak selalu habis satu batang sekali makan. Selalu aku makan satu potong di pas keratannya. Rasa mede ini favoritku, karena pada dasarnya aku suka kacang-kacangan. Sisanya aku simpan di bawah tumpukan baju, yang akan aku makan pas aku ingin yang manis-manis tapi gurih.
Okeee… perut benar-benar puas dan kenyang sekarang. Kopi sudah tandas sedari tadi, tanpa menyisakan ampas. Pening mulai berkurang, hidung pun sudah mulai menyerah memproduksi lendir bening. Meski ya masih ada kecebong yang nyangkut di leher – semoga tak berubah menjadi kodok hijau besar yang suaranya bising, tapi tak apalah, dianggap enteng saja *keajaiban sugesti bekerja keraslah!

Pukul satu lebih satu menit dini hari. Mata sudah mulai berat. Yes, akhirnya ngantuk juga. Mulai nata menata bantal. Rebahkan tubuh diposisi paling nyaman. Kemudian tarik selimut sampai dibatas leher. Terakhir matikan lampu. Aahh… sudah. Selamat rabu dini hari, semoga tubuh tangguh lagi. Karena masih banyak hal menyenangkan yang harus kita lalui bersama. Semangat buh, tubuh! *senyum lebaarr…


Jumat, 05 Desember 2014

SETELAH DUA PUTARAN JUNI, APAKAH ENGKAU MASIH MERAH?

 
Hai apa kabar? Hmm, sebenarnya aku tak punya nyali menanyakan kabar. Sudah hampir dua tahun lho… Dan apakah menanyakan kabar masih relevan? Hehehe…

Hei, planet merah jangan cemberut dulu. Aku punya alasan kok. Kamu ingin tahu? Ah, aku yakin kamu pasti ingin tahu, itu lihat dahimu berdenyut-denyut! Sini-sini aku bisikin, “You know what? Aku lupa password.” Hihihi, gak usah melotot seperti itu. Iya aku tahu itu sangat konyol. Tapi kadang manusia suka lupa pada satu hal dalam durasi lama, kan? Gimana,  pembenaranku masih keren, kan? Hehehe…

Oke, bytheway gimana keadaanmu? Setelah hampir dua tahun aku tak menggores-gores alias menggrafiti planetmu, apakah ada perubahan yang wow sekali? Ada alien hijau dari Planet Bayam yang berhasil menginvasi kesini atau kau sudah berganti selera ke pink misalnya? 
Apakah masih ada tempat bagiku di Planet Merahmu? Hei, jangan mengernyit! Kamu pikIr aku tak bisa bahasa melankolis? Sungguh merendahkan. Ehm, ada yang ingin aku bilang, tapi janji jangan muntah dulu, “Aku kangeenn…”. Iya aku kangen, aku kangen keabsurdan kita, aku kangen sindiran-sindiran sarkas dan lelucon satir kita, aku kangen memuntahimu dengan omelan bawel nyinyirku, aku kangen memutar lagu favoritku keras-keras di kupingmu, aku kangen berbagi sesuatu denganmu – meski bukan segala tapi itu lumayan melegakan. Aku kangen, aku kangen, aku kangennn… banget. Sini-sini aku peluk. Hahaha, ternyata engkau masih canggung dengan intimitasi ya? Tapi tak mengapa, sini, kita berangkulan yang mesra saja.

Eh, tau gak sih… Meski aku dalam jangka waktu lama tidak menjejakkan kaki di planetmu, sebenarnya aku mengawasimu dari kejauhan lho. Ibarat rumah, meskipun aku gak bisa masuk karena kuncinya lupa naruh dimana, aku masih bisa melihatmu dari luar pagar pekarangan. Itu karena kamu tahu kenapa? Karena kaca jendelamu transparan. Tapi, untungnya kamu tangguh ya? Ya iyalah, Planet Merah ini. Kamu harus berkolerasi positif dengan nama belakangmu!

Kamu tau lagi gak, ternyata banyak yang kangen denganmu lho. Salah satunya temanku yang hipster itu, selalu merongrongku dengan pertanyaan yang sama, “Kok sekarang si Planet Merah jarang dijamah? Aura kekerenannya jadi hilang tuh.” Dan tentunya banyak silent reader yang merasa kehilangan bacaan absurd, ya ya ya percaya diri bukanlah kriminal. TAPI aku menjamahmu bukan karena pesanan, karena kamu bukan murahan.

Dan pastinya saat ini kamu sangat ‘Knowing Every Particular Object’ alias Kepo kepadaku. Tenang saja Merah, aku akan mencoretimu dengan krayon warna-warni. You will know lah…

Yup yup yup, tahan kepomu sampai batas yang tak ditentukan. Karena mood coretanku tak bisa diprediksi layaknya cuaca. Mungkin bisa segera, bisa juga akan lama. Jadi, tahan kepomu di titik nol derajat Fahrenheit, di ketinggian nol Kilometer di atas permukaan laut, dan di sudut nol derajat. 
Saranku, perbanyaklah meditasi. Biar sabarmu gak empty, BBM mahal lho…

Oke, Merah… Sampai jumpa lagi di bagian tubuhmu yang lain. Dan jangan sampai memanggilku anonim, karena aku dan kamu adalah sinonim *Muach, syalalalapan…