Sabtu, 08 Desember 2012

UNJUK VISUAL


Saya rasa sepanjang hidupnya manusia adalah mahkluk visual. Tak peduli sebijak apapun anda, kesan pada penampilan/citra akan memegang kendali pada opini-opini anda. Itu terjadi pada sepersekian detik pandangan mata yang membentur objek yang menuntut perhatian kita, lantas kerjapan mata sekian digit itu memerintah otak untuk membuat penilaian – Subjektif itu mutlak karena yang kita gunakan adalah kepala sendiri, bukan hasil meminjam dari tetangga sebelah rumah. Lalu setelah itu apa? Ya kalau kita beruntung untuk berujung pada obrolan-obrolan panjang dan pertemuan-pertemuan yang intens, segala nilai yang subjektif itu akan melenting jauh hingga mata tak sanggup menjangkaunya.

Tapi ya begitulah mata. Kalau hanya sekilas berpapasan atau lewat sepintas lalu, ia secara otoriter akan memerintah otak untuk memelihara sebuah ternak bernama ‘Subjektif Mutlak’. Lha mau apa coba, jembatan untuk menghubungkan dua persepsi itu tidak ada – kemungkinan untuk memberikan tanda cek atau silang secara langsung tidak bisa dihadirkan. Maka jadilah kita menunggangi persepsi sendiri. Benar salah bukan urusan personal tapi lihat saja ‘entar’.
- Melihat perempuan jalan sendirian dengan dandanan aduhai; pikiran kita langsung menjastifikasinya sebagai perempuan-gak-bener. [Memang yang bener itu seperti apa? Kayak sudah merasa bener saja]
- Melihat orang bertatto; langsung terlintas di benak kalau ia pasti anak nakal dan urakan.
- Melihat perempuan merokok; langsung dibilangnya,”Ih perempuan kog merokok sih, kayak gak punya moral saja. [Idih, ini lagi pake ngomong moral-moral segala. Moral itu adanya dikantong celana. Mau masuk surga? Ya pergi sana!]
- Dan lain sebagainya dan lain seterusnya

Ya begitulah mata, pandangan terbatas yang membuat kita menyembah-nyembah kepadanya. Mata memimpin otak mengekor. Dia terlalu otoriter untuk menyisakan opsi-opsi lain. Dasar aristokrat biadab! Dan-aku-masih-mencium-tanganmu-dengan-membungkukkan-badan. Hahaha, begitu fuckin’ shit ya?!
Saya pun tak bisa apa-apa, karena mata adalah segalanya – begitu bunyi sebuah iklan di televisi, harfiah maupun tidak. Saya hanya manusia biasa, bukan sufi yang melulu ‘apa yang ada di dalam pikiran dan hatimu’. Jadi maklumilah saya dan kita. He-he-hiks

‘Sepintas lalu’ adalah kompatriot mata. Dia serupa jaring yang leluasa menjerat mangsa. Karena ia adalah pejuang tanpa musuh, jadi ia tiada tanding. Persepsi satu arah siapa yang bisa salah?
Kan sudah pernah saya bilang, penampilan itu memang brengsek! Walaupun ia menawarkan lolipop dengan beribu rasa maupun aroma, jangan pernah percaya!
Saya pernah seperti ini; “eh ternyata, eh tibakno.” Secara penampilan sih keren, tapi kog ya gak berbanding lurus dengan tampilan otak. Saya bukan pemuja otak yang militan lho ya, tapi mbok ya diimbangi dikit-dikit gitu lho. Lah penampilan udah keren kayak gitu, ya eman-eman tho ya.

Belakangan ini dengan seiring bertambahnya usia alias deret angka yang ternyata gak kalah brengseknya – hahaha – saya kog lebih prefer ke; tampilan-biasa-saja-tapi-otak-luar-biasa. Mungkin mereka tidak terlihat keren atau jauh dari tren, tapi mereka seperti trem yang punya relnya sendiri – tak perlulah itu main serobot dengan orang lain demi menarik perhatian. Memang mereka tak kalah menjebaknya seperti penampilan, tapi itu adalah jebakan yang manis. Cieee… curhat dong saya. Ya harap mengertilah, kan saya hanya manusia biasa yang tak luput dari khilaf, ehem!

Pun, karena saya manusia biasa maka saya biasa-biasa saja menanggapi pandangan orang terhadap saya. Apa kuasa saya? Saya bukan mutan yang punya kelebihan bisa membutakan mata orang. Saya tak akan menyalahkan anda jika saat melihat atau berpapasan dengan saya di jalan, di pikiran anda terlintas seperti ini; perempuan skeptis, pemurung, sinis, pendiam, autis, biasa saja – Nah! daydreamer, cuek, tegaan, gak ramah, antagonis yang sadis. Ya tuhan, apakah saya baru saja menyebutkan tanda-tanda psikologis dari pembunuh berdarah dingin, psikopat maniak atau penderita manik depresif? Ha-ha-ha

Ya begitulah saya. Saya terlalu malas untuk berusaha sekuat tenaga untuk menyenangkan orang lain – jika memang ia tak pantas mendapatkan itu; malas bermanis-manis di bibir; malas membungkuk-bungkukkan badan. Malas untuk terlihat sebagai anak baik dan manis.
Yeah, I know I’m easy to hate! Jadi, jangan sungkan tuan…


Tidak ada komentar: