Kamis, 03 Mei 2012

AKU si MENYEDIHKAN



Ada tikus mengerat kayu di lemari bajuku – aku tak peduli. Hingga ia melebur menjadi serpihan daging busuk penuh belatung pun, yang baunya memenuhi segala ruang dimana sepuluh jari tanganmu tak berdaya menolong lubang hidung yang kembang kempis menahan sekarat – aku tetap bergeming seperti patung selamat datang, tak kenal hujan badai maupun panas [sangat heroik bukan?!]. Saraf motorik sensorikku sudah terlanjur masuk dalam kubangan sampah limbah plastik. Perlu waktu lama untuk mendaurulang demi membuatnya berguna dan memberi arti [lagi].
Belakangan ini aku sulit membedakan manis asin asam dan bla-bla rasa lainnya – h a m b a r. Aku jadi kurang pandai mendeteksi ekspresi – sangat gagap dan kikuk. Hanya ada hitam dan putih dengan siluet garis tipis buram – bayangkan televisi tahun 50-an! Datar mendatar serupa jalan tol. Ia mungkin sekali kali penuh dengan belokan dan tanjakan, tapi karena tekstur dan konturnya yang halus akan membuatmu sulit menangis, mengaduh, mengumpat bahkan kalau perlu menangis histeris. Aku hanya orang tolol yang otot wajah dan badannya memar babak belur dihantam masalah beranonim yang sayangnya tak bersinonim dengan apapun dan siapapun. Itu tabrakan beruntun yang membuat otak dan hati nyaris mati suri – mati rasa. Hahaha, bahkan membuat garis lengkung di bibir saja sudah tak sanggup. Menyedihkan!
Inilah aku si robot bodoh dengan kulminasi sabar di bawah titik nol. Aku patuh pada kabel warna warni dan suara “bip bip bip”. Sungguh mudah sekali mematikanku. Tarik salah satu kabelku, kalu kau tak yakin kau boleh menggunakan kancingmu untuk berspekulasi. Sekali tarik aku akan mati atau kemungkinan paling buruk aku akan meledak mengasap dan kau akan memperlakukanku seperti seonggok limbah besi beradiasi – kau tak sabar lekas-lekas menggadaikanku dengan sekantong besar kerupuk rasa udang, “lihat! Mulutmu belepotan minyak!” See, mudah sekali bukan meniadakanku. Dan aku tak peduli, paling tidak tak akan ada yang tersakiti karena merasa kehilangan.
Aku adalah fosil ribuan tahun yang tertimbun berton ton balok es di kutub utara. Perlu pemburu bernyali yang tak takut waktunya terbuang sia-sia untuk menemukan, menggali dan menghidupkanku kembali.
Alien dari planet anonim adalah nama tengahku. Aku terjebak disini tanpa aku tahu kenapa. Disini semakin hari semakin asing. Semakin sulit membedakan realita atau fiksi. Setiap malam aku menghabiskan waktu di balkon ditemani secangkir kopi, hanya untuk menunggu alien dari planet entah berantah menjemputku. Karena tempatku bukan disini… Kadang aku terlalu lelah untuk terlalu banyak berharap. Ehm, mungkin saja radarnya sedang bermasalah hingga terlalu lambat untuk menyadari keberadaanku. Baiklah, kali ini kumaafkan…
Ahh… mungkin akan butuh waktu lama lagi. Akhir-akhir ini cuaca kurang bersahabat. Mana mau pesawat luar angkasa landing ditengah hujan dan angin ribut. Aarrrgh…  Damn!

Tidak ada komentar: