Suatu hari di dalam bis antar kota terjadilah
adegan seperti ini:
Seorang ibu usia awal empat puluhan yang
sebelumnya duduk di deretan kursi depan pergi menuju barisan kursi paling
belakang. Itu setelah ia menyadari keberadaan seorang kenalan yang sepertinya
masih tetangga rumah. Si ibu kenalan ini usianya kira-kira sudah paruh baya
tapi masih terlihat enerjik dan kelihatan sekali kalau dia adalah orang yang
cukup disegani oleh ibu usia awal empat puluhan itu. Selanjutnya untuk
menghemat penggunaan kata, kita sebut saja ibu awal empat puluhan sebagai ibu
Bakung dan ibu paruh baya sebagai ibu Tulip.
Adegan berikutnya adalah setelah dalam baris kursi
yang sama, si ibu Bakung tanpa melakukan pemanasan terlebih dulu langsung
bermanuver mendominasi pembicaraan yang panjang lebar, entah apa isi
pembicaraannya yang jelas si ibu Bakung ini sangat menikmati perannya. Dan
kasihan buat ibu Tulip karena sepertinya ia adalah tipe ‘tak-banyak-bicara’
yang hanya bisa menimpali dengan anggukan kepala dan respon bahasa yang seperlunya
saja. Si ibu Tulip sangat tersiksa dan bosan. Ini terlihat dari mimik mukanya
yang menampakkan ekspresi datar dan cenderung dipaksakan, seakan wajah
murungnya itu bicara; “Hei, tak bisakah
kau diam barang sejenak. Aku sangat lelah mendengar ocehanmu. Lebih lelah dari
melakukan perjalanan panjang yang baru kulalui…”
Haha,
sayang sekali buat si ibu Tulip – sepertinya perjalanannya akan terasa lebih
panjang, karena si ibu Bakung bukanlah tipe yang pandai membaca ekspresi, bukan
pula tipikal yang pintar membaca situasi. Dan sepertinya lagi, sejak dari lahir
dia ditakdirkan mewarisi tambahan tiga mulut yang tak kelihatan dan telinganya
hanya sekedar aksesoris. Lihatlah gesturnya yang semakin condong saja ke arah
ibu Tulip. Tak ubahnya harimau betina yang siap-siap memangsa korban buruannya.
Huhu, kasihan sekali nasib ibu Tulip.
Hoho,
bukankah sangat menyebalkan ketika kita harus mengobrol dengan orang yang
terlalu banyak bicara? Kamu akan merasa tersesat di neraka paling jahanam bila
hal itu dibarengi dengan penyakit sok tahu yang akut – orang yang berambisi
mendominasi obrolan, yang kosakata ‘mendengarkan’ sudah dia hapus menggunakan tipe-x tebal-tebal. Oh, dia merasa
seluruh seluruh dunia akan mengarahkan pandangan kepadanya bila semua himpunan
kata dalam kamus dia semburkan ke arah lawan bicaranya. Wahai Dewa Kata, ingin
rasanya saya menendang pantat mereka hingga babak bundas atau menitipkan mereka
pada awan kinton saja. Biar dijatuhkan tubuh mereka ke gedung parlemen sana,
agar dapat lawan tanding yang sepadan. Ngoceh sana-sini demi kepuasan sendiri.
Onani oral.
Benar, omongan mereka kebanyakan memang kadang tak
ada esensinya. Hanya sekedar basa-basi untuk membuat mulut membusa. Hingga membuat
telinga lawan bicaranya berdenging-denging sampai kebelet kencing.
Kadang saya merasa heran dengan mereka, darimana
bisa mendapatkan stok kata yang sebanyak itu. Yang tanpa perlu berfikir,
mengalir lancar bagai pusaran angin tak berpenghalang menghancurkan apa-apa
yang dilaluinya. Mereka benar-benar berbahaya!
Iya. Kata mereka saya pendiam. Itu karena
saya [kadang] mengalami kondisi: lemah-mengkomunikasikan-sesuatu-secara-verbal
[ini pada kondisi, orang dan lingkungan tertentu]. Saya akui, saya adalah jenis
manusia yang canggung dan kikuk. Bahkan menghibur nenek yang baru kehilangan
mbah kakung saja, saya kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk menghibur
agar beliau menghentikan isak tangisnya. Saya hanya bisa melakukan dengan
bahasa tubuh: memeluk, mengelus tangan dan rambut, mencium kening serta
mengelus punggung. Benar, saya sangat bermasalah dengan mengkomunikasikan
perasaan.
Saya pasif dengan omongan yang terlalu terpusat
pada diri sendiri. Juga, tidak terlalu semangat membicarakan urusan orang lain.
Karena kamu tahu? Hal itu akan membuatmu kelihatan seperti komentator bola
penderita obsesif-kompulsif, alih-alih terdengar sebagai lawan bicara yang
asyik.
Ketika saya menghadapi orang-orang yang terlalu
banyak cakap seperti itu, yang bisa saya lakukan hanyalah: mengangguk-anggukkan
kepala, sesekali menggeleng, mengeluarkan suara oh, ya, he’em, benarkah? dan lain sebagainya dan lain seterusnya,
yang pastinya saya lakukan dengan setengah hati. Bisa dibilang saya adalah
pendengar yang lumayan baik. Tapi kalau disuruh mendengarkan omongan yang sudah
mulai terdengar seperti narasi berita gosip ala infotainment, ya saya capek
juga.
Pernah saya mencoba memberi tanda-tanda terselubung
pada orang-orang jenis ini, seperti: menguap, mengetuk-ngetukkan jemari tangan,
meregangkan tangan seperti orang habis bangun tidur, melulu mengalihkan
pandangan darinya. Tapi, kalau dasarnya tidak peka ya percuma. Dan malangnya,
saya adalah tipe sungkanan. Jadi, sambil merutuk dalam hati ya saya biarkan
saja. Namun dalam hati tak berhenti berdoa: ‘Semoga
ada komet baik hati yang menabrakkan diri ke bumi!’
Duh, saya lupa, sebenarnya saya punya jurus yang
ampuh untuk menghadapi mereka, yakni ketika mereka sibuk bercuap-cuap saya pun
tak mau kalah sibuk membangun dunia sendiri di kepala. Wah, saya lumayanlah
kalau sudah menyangkut masalah-masalah kayak gini. Multitasking sambil nungging
kalau istilah saya, haha…
Hei kamu, jangan bongkar rahasia saya ya? Biar akting
saya semakin terasah meyakinkan. Ya daripada mendengarkan mereka berbuih-buih,
kasihan dong telinga dan batang otak saya.
Kalau mereka mau mengerti, sebenarnya dengan
banyak bicara seperti itu tak serta merta membuat mereka tampak pintar dan cool. Malah mereka kelihatan insecure dan tidak percaya diri. Untuk
menutupinya mereka bermain akrobat kata-kata. Kamu tahu? Orang yang cerdas biasanya
tak terlalu mengobral omongan yang meluber kemana-mana. Mereka cerdas memilih
saat dan isi omongan yang pas dengan kondisi lawan bicaranya. Tak menggurui dan
merasa tahu sendiri, dan juga mereka adalah pendengar yang baik. Dari luar
mereka akan tampak biasa saja, karena mereka tak ambisius dalam mempertontonkan
kepintaran sendiri. Pun kalau kamu tidak berhati-hati dengan mereka, kamu –
para lisaner – akan tampak bodoh secara diam-diam di mata mereka. Mereka tak akan
menertawakanmu secara frontal, mereka hanya akan menandaimu.
Ps: Sadar
gak sih? Sebenarnya saya juga sangat cerewet lho, namun dalam konteks non
verbal. Tuh lihat, banyak tulisan saya
yang berbusa-busa di blog ini. Hehehe...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar