Kemarin aku mendapat sebuah surat dari seorang
kawan lama, June. Seorang yang kukenal di bulan Juni di tahun-tahun yang
kemarin. Memang brengsek-lah si June itu, ia selalu tahu apa yang sedang aku
butuhkan namun selalu enggan untuk dilakukan.
Huh! aku
memang suka menulis, June. Itu sudah seperti tomat saja, buah favorit yang
sudah lama ada di daftar kesukaanku. Tapi menulis – kadang – tak semudah buah
tomat yang tinggal beli, dicuci lalu dikonsumsi. Ia butuh sesuatu yang disebut
dengan ‘konspirasi’. Kamu harus bersusah payah dulu untuk menyuap: otak, keinginan
dan suasana hati untuk berbaik hati kepada jari jemari tanganmu. Dan itu adalah
pekerjaan yang menguras emosi dan keringat, karena mereka adalah sekumpulan
badut tinggi hati yang sangat susah disuruh menunjukkan wajah aslinya.
Penasaran sekaligus geregetan.
Jadi begini, si June ini menyuruhku untuk memiliki
sebuah buku khusus untuk aku bisa tulis-tulisi dan coret-coreti. Kalau istilah
umumnya sih disebut diary. Tapi berhubung aku sedang tak ingin bergenit-genit
ria, maka aku sebut saja ia buku pribadi. Dan pastinya aku tak akan memilih
yang bersampul Barbie atau pun Tinkerbell yang imut-imut sekali itu. Hei-hei, aku tak mau jadi bahan tertawaanmu,
June!
Ehem!
Karena berhubung aku bukan pengecut, aku terima tantangan si June yang suka
mengalun. Tapi ah, secara teori saja ini sudah tak mudah, entah sudah berapa
ratus hari aku tidak menulis tangan.
Tangan yang serupa besi batangan dan udara yang dingin menusuk tulang
adalah konspirasi sempurna untuk membunuh ambisiku, halah!
Hmm,
baiklah kita lihat sisi positifnya saja. Paling tidak aku akan kelihatan lebih
manusia dengan sedikit mengurangi bunyi tats-tits-tuts
itu.
Dan, pasti June akan bilang begini: ‘Hei! Bukankah
kamu pemuja mereka-mereka yang punya buku pribadi? Bukankah percaya diri secara
manual adalah keren di matamu?’ Yuhuuu, aku
bukan hipster yang hobi naik scooter. Hihihi…
Ah June, kamu sekali lagi benar tentang buku
pribadi itu. Daaan… karena embel-embel pribadi itu, peduli setan dengan tulisan
tangan yang tak terbaca. Toh itu akan membuatku merasa lebih aman. Dasar, si nona yang suka main aman! :p
Jadi June, nanti aku akan meletakkan buku pribadi
itu di bawah kasur ranjangku. Jadi sewaktu-waktu kalau aku ingin menulis, aku
akan tinggal ambil saja. Aku tak bisa berjanji bisa menulis setiap hari, June.
Karena kamu tak bisa berharap pada mood
yang tak pernah cemberut saban harinya. Ah,
semoga tak malas ya tuhan…
Lihatlah June, aku akan membuatmu bangga padaku.
Tidak rugi kamu punya teman sepertiku – eh
apakah bunga narsistik itu masih ada? Petikkan satu untukku dan sematkan di
telingaku, sekarang plisss… hahaha.
Eh, aku ada lagu untukmu June, sebagai penanda
tekadku kepada deret-deret huruf yang saat ini masih menjadi kecebong. Ribuan yang
berlompatan di kepala tapi entah berapa buah yang berhasil menjadi katak
dewasa. Ini dia, June, silahkan nikmati dengan mata terpejam dan mulut
menggumam:
Mari-mari
Ayo kita
menulis
Biarkan
iblis dalam dirimu meringis
Karena kamu
punya mainan baru yang disebut abjad berbaris
Mari-mari
Kita menulis
Biarkan
malaikat di sebelah pundakmu betah berbaris
Karena dia
merasa punya hobi yang sama yaitu menulis
Mari-mari
Beri aku
imaji yang tak lekas habis
Yang meluap
dan meluas tanpa batas berlapis
Mari-mari…
Sudah ah June, doa’kan saja aku tidak lekas bosan.
:p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar