Minggu, 03 Februari 2013

JUNE DAN BUKU PRIBADI

 
Kemarin aku mendapat sebuah surat dari seorang kawan lama, June. Seorang yang kukenal di bulan Juni di tahun-tahun yang kemarin. Memang brengsek-lah si June itu, ia selalu tahu apa yang sedang aku butuhkan namun selalu enggan untuk dilakukan.
Huh! aku memang suka menulis, June. Itu sudah seperti tomat saja, buah favorit yang sudah lama ada di daftar kesukaanku. Tapi menulis – kadang – tak semudah buah tomat yang tinggal beli, dicuci lalu dikonsumsi. Ia butuh sesuatu yang disebut dengan ‘konspirasi’. Kamu harus bersusah payah dulu untuk menyuap: otak, keinginan dan suasana hati untuk berbaik hati kepada jari jemari tanganmu. Dan itu adalah pekerjaan yang menguras emosi dan keringat, karena mereka adalah sekumpulan badut tinggi hati yang sangat susah disuruh menunjukkan wajah aslinya. Penasaran sekaligus geregetan. 

Jadi begini, si June ini menyuruhku untuk memiliki sebuah buku khusus untuk aku bisa tulis-tulisi dan coret-coreti. Kalau istilah umumnya sih disebut diary. Tapi berhubung aku sedang tak ingin bergenit-genit ria, maka aku sebut saja ia buku pribadi. Dan pastinya aku tak akan memilih yang bersampul Barbie atau pun Tinkerbell yang imut-imut sekali itu. Hei-hei, aku tak mau jadi bahan tertawaanmu, June!
Ehem! Karena berhubung aku bukan pengecut, aku terima tantangan si June yang suka mengalun. Tapi ah, secara teori saja ini sudah tak mudah, entah sudah berapa ratus hari aku tidak menulis tangan.  Tangan yang serupa besi batangan dan udara yang dingin menusuk tulang adalah konspirasi sempurna untuk membunuh ambisiku, halah!
Hmm, baiklah kita lihat sisi positifnya saja. Paling tidak aku akan kelihatan lebih manusia dengan sedikit mengurangi bunyi tats-tits-tuts itu.
Dan, pasti June akan bilang begini: ‘Hei! Bukankah kamu pemuja mereka-mereka yang punya buku pribadi? Bukankah percaya diri secara manual adalah keren di matamu?’ Yuhuuu, aku bukan hipster yang hobi naik scooter. Hihihi… 

Ah June, kamu sekali lagi benar tentang buku pribadi itu. Daaan… karena embel-embel pribadi itu, peduli setan dengan tulisan tangan yang tak terbaca. Toh itu akan membuatku merasa lebih aman. Dasar, si nona yang suka main aman! :p 

Jadi June, nanti aku akan meletakkan buku pribadi itu di bawah kasur ranjangku. Jadi sewaktu-waktu kalau aku ingin menulis, aku akan tinggal ambil saja. Aku tak bisa berjanji bisa menulis setiap hari, June. Karena kamu tak bisa berharap pada mood yang tak pernah cemberut saban harinya. Ah, semoga tak malas ya tuhan… 

Lihatlah June, aku akan membuatmu bangga padaku. Tidak rugi kamu punya teman sepertiku – eh apakah bunga narsistik itu masih ada? Petikkan satu untukku dan sematkan di telingaku, sekarang plisss… hahaha.
Eh, aku ada lagu untukmu June, sebagai penanda tekadku kepada deret-deret huruf yang saat ini masih menjadi kecebong. Ribuan yang berlompatan di kepala tapi entah berapa buah yang berhasil menjadi katak dewasa. Ini dia, June, silahkan nikmati dengan mata terpejam dan mulut menggumam:
Mari-mari
Ayo kita menulis
Biarkan iblis dalam dirimu meringis
Karena kamu punya mainan baru yang disebut abjad berbaris
Mari-mari
Kita menulis
Biarkan malaikat di sebelah pundakmu betah berbaris
Karena dia merasa punya hobi yang sama yaitu menulis
Mari-mari
Beri aku imaji yang tak lekas habis
Yang meluap dan meluas tanpa batas berlapis
Mari-mari… 

Sudah ah June, doa’kan saja aku tidak lekas bosan. :p


Tidak ada komentar: