i
Mencret disertai muntah di dini hari itu rasanya
seperti bandut gendut yang dikempesin tubuhnya pake peniti lewat pantatnya, dia
tidak tahu siapa pelakunya, tapi pasti anak nakal yang tidak suka dengannya.
Tapi untunglah tidak disertai dengan pening dan tubuh limbung. Namun kesel
juga, tubuh jadi lemas. Bolak-balik ke belakang kayak seterikaan. Dan tidak
bisa tidur kembali pula. Setiap mau merebahkan badan, lubang mulut dan lubang
pantat tak bisa diajak kompromi. Jadilah saya hanya bisa mengerang-ngerang
saja, macam kucing yang lagi kawin.
Hm, coba saya ingat-ingat makan apa saja ya saya
sebelum tidur. Ah bukan hal yang aneh, hanya telur ceplok goreng dan sambel
tomat terasi. Etapi entah siang, sore dan paginya, saya lupa.
Sini saya kasih tahu hasil muntahan saya,
Muntahan
pertama: Merah-merah, pasti itu sambel tomat terasi. Putih-putih berlendir,
mungkin itu nasi dan serpihan telur ceplok goreng karena terasa dari aromanya
yang khas.
Muntahan
kedua: Bulir-bulir nasi, semangka dan pisang. Kali ini muntahannya lumayan
banyak sekali.
Muntahan
ketiga: Hanya berisi dahak dan lendir dari tenggorokan yang rasanya asam
sekali. Ini yang paling sakit, kamu hoek-hoek sekuat tenaga tapi hanya air
kental yang keluar. Huh, sial!
Segitulah muntahan saya. kalau masalah apa isi
mencret saya, tak usahlah saya kasih tahu, ya mencret gitu lho… isinya tak
lebih dari warna coklat cair. Iyuuuh…
ii
Arrgh…
anak ini menyebalkan sekali! Mengulang-ngulang pertanyaan yang sama. Hei apa
kamu tak punya otak untuk menelaah, penggal saja kepalamu dan letakkan dalam
loker!
Duh, capek sekali lidah saya!
Oh demi daun-daun yang berguguran, tolong
sampaikan pada semesta sekiranya sudi membawa anak ini ke planet anonim.
Biarkan saya bernafas barang sejenak.
Uh, tapi jangan ah. Saya benar-benar tak kuasa
dengan kerling manisnya. Percayalah, senyum itu benar-benar membunuh! :p
iii
Dia: Eh, kalau jalan sandalnya jangan
diseret-seret dong. Berisik tau!
Saya: Kenapa memang, kaki-kaki aku ini.
Dia: Kasihan tuh semutnya keinjek melulu.
Saya: Peduli amat, semut gak akan habis meski
dilindas pake buldoser sekalipun. Populasi mereka ditakdirkan untuk menjadi
pendamping si manis sampai kiamat.
Dia: Ih, berarti aku manis dong!
Saya: Idih, gak nyambung.
iv
Bukannya saya tak mencoba untuk bisa. Saya mencoba
dan saya merasa belum bisa. Kamu tahu? Fokus saya sangat lemah, saya kikuk pada
tanda-tanda yang datang berbarengan, saya canggung pada arah, saya kadang
tersesat ditengah-tengah keramaian tanpa harus tubuh saya terlibat di dalamnya.
Saya tahu ini bakalan konyol kalau kuberitahu padamu. Jadi kusimpan sendiri
saja.
Salahkan saya yang mulai malas berusaha keras
untuk terlihat keren di mata orang lain. Ya begitulah adanya kita, secara
seenak hati menarik kesimpulan pada apa yang terlihat di permukaan. Merasa sok
tahu pada apa yang ada di luaran, citra mengalahkan segalanya.
Oh kenapa saya kedengaran putus asa sekali. Saya
kan cuek, jadi peduli setan dengan pemahaman dan pengertian orang lain. Bah!
v
Transit – Translit
Stadion – Studio
Itu adalah kelompok kata yang sangat ‘rumpi’ di
kepala saya. saya sering salah menggunakannya. Selalu membolak baliknya.
Membuat saya menjeda sejenak untuk mengucapkannya agar tak keliru.
Ada penyebutan satu lagi yang menjengkelkan.
Seperti Biru dan Hijau. Saya tahu dan bisa membedakan warnanya, tapi kadang
saya salah menyebutnya. Sering saya menyebut biru sebagai hijau dan begitu pula
sebaliknya. Karena kebiasaan ini teman-teman sering mengolok-olok saya sebagai
‘Madura’. Huh, dasar rasis! Hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar