Kamis, 24 Januari 2013

MY DEAREST FRIEND, MERAH


Hai Planet Merah, bagaimana pendapatmu dengan rumah barumu itu? Semoga kamu cepat menyesuaikan diri dan kerasan di sana. Memang sih dekoratif kediaman barumu itu kurang mempresentasikan  dirimu. Biru. Meskipun biru, kamu tetap Planet Merah. Semoga kamu kelak adalah planet merah yang biru, yang punya pemikiran selapang langit di siang hari yang cerah. Sebiru laut lepas saat musim menangkap ikan tiba. Iya, meskipun  biru, kamu tetap planet merah. Yang merasa nyaman akan keterasingan dari peredaran. Yang merasa antusias akan dunia kecil yang hidup di alam pikirannya. Yang akan tetap merasa merah meski di samping kanan kiri, di depan belakang, di atas bawah – di segala penjuru mata angin - terus merayumumu dengan lollipop warna-warni yang menggiurkan agar bisa membujukmu berubah warna selain warna darah.
Aku tahu merahmu bukanlah merah yang marah. Merahmu adalah sebuah gairah akan pencarian jejak-jejak dan remah-remah yang sengaja ditinggalkan. Pencarian pada sebuah tempat yang menunggu untuk ditemukan – mari berdoa semoga ia tidak lekas bosan.
Dan senyampang kamu mencari, mari manfaatkan waktu senggangmu bermain denganku. Bermain lompat tali atau ayunan pasti akan sangat menyenangkan. Mengejar layang-layang atau menjaring capung pun tak akan kalah mengguncang. Planet merah, buat aku bergairah!

Hai hai, memang sih aku juga lebih suka rumahmu yang lama. Desainnya sangat simple tapi ngena. Dan ia merah! Lihatlah, bukankah itu sangat mirip kita berdua? Sederhana, hanya dua warna: merah dan putih.
Baiklah, kamu boleh mengecamku sesuka hati akan selera rendahanku dalam memilihkan kediaman baru untukmu. Etapi coba dengar kembali alasanku, itu adalah pilihan yang lumayan diantara pilihan-pilihan buruk lainnya. Percayalah, kamu akan mencibir alih-alih melebarkan pupil mata atau berteriak seperti orang kesurupan karena tampilan-tampilan tak masuk akal itu. Iya, toko buku itu memang sangat menyedihkan. Masakan kamu harus kubelikan rumah dengan tampilan merah muda bergambar Barbie dengan hologram warna-warni? percaya padaku, itu benar-benar menyiksa mata, Mer!

Aku pun sebenarnya ingin memberikan rumah baru yang sama persis dengan rumah lamamu. Tapi Mer, selain karena sudah rare sekali ditemukan, aku rasa kamu perlu rumah yang lebih lapang untuk tempatmu bermain, untuk juga menampung isi kepalamu yang meluber kemana-mana itu. Apa kamu tidak kasihan padaku yang setiap hari menyapu muntahanmu? – malu sama tetangga.
Aku tahu kenyamanan itu nomor satu, tapi apa salahnya mencoba sesuatu yang sekiranya lebih baik? Meninggalkan bukan berarti melupakan, Mer. Kamu boleh setiap hari mengunjungi rumah lamamu, karena aku juga akan ikut merawatnya dengan baik. Karena dia adalah bagian kita berdua. Kenangan adalah sesuatu yang harus direka-ulang dan ditertawakan.

Akhirnya Mer, mari kita lanjutkan bersenang-senang kita. Aku akan membantu menuliskan ceritamu. Orang bilang hal yang paling sulit adalah mempertahankan sesuatu, tapi bagiku hal yang paling rumit adalah bagian memulainya. Bagaimana bisa kita mempertahankan sesuatu tanpa memulainya terlebih dahulu? Jadi, sangatlah mustahil bagiku untuk amnesia kepada rumah lamamu.

Ayo Mer, bentangkan jaringmu lebar-lebar! para capung sudah tak sabar menunggu. Mari siapkan kaki telanjangmu mengitari tanah lapang berilalang. Kau lihat, Planet Merah? Ini benar-benar musim panas yang biru! Lekas, dongakkan kepalamu ke atas!







Ps: si Merah lagi cemberut. Dianya ngambek soal rumah baru yang katanya: ‘tak-bercita-rasa’. Soal rumah adalah soal kesan, ujarnya. Heran, sejak kapan ia memperdulikan pesan dan kesan, seperti di buku tahunan sekolah saja. Memang kadang suka kolokan si Mer itu. :p
Sudahlah Mer, percayakan pada teori ini: kamu tidak punya pilihan lain kecuali menerimanya. Keterpaksaan akan membuatmu jadi biasa. Keterbiasaan akan membuatmu nyaman. Bukankah kenyamanan itu menyenangkan, Mer? *wink


Tidak ada komentar: