Hai Planet Merah, bagaimana pendapatmu dengan
rumah barumu itu? Semoga kamu cepat menyesuaikan diri dan kerasan di sana.
Memang sih dekoratif kediaman barumu itu kurang mempresentasikan dirimu. Biru. Meskipun biru, kamu tetap Planet
Merah. Semoga kamu kelak adalah planet merah yang biru, yang punya pemikiran selapang
langit di siang hari yang cerah. Sebiru laut lepas saat musim menangkap ikan
tiba. Iya, meskipun biru, kamu tetap
planet merah. Yang merasa nyaman akan keterasingan dari peredaran. Yang merasa
antusias akan dunia kecil yang hidup di alam pikirannya. Yang akan tetap merasa
merah meski di samping kanan kiri, di depan belakang, di atas bawah – di segala
penjuru mata angin - terus merayumumu dengan lollipop warna-warni yang menggiurkan
agar bisa membujukmu berubah warna selain warna darah.
Aku tahu merahmu bukanlah merah yang marah.
Merahmu adalah sebuah gairah akan pencarian jejak-jejak dan remah-remah yang
sengaja ditinggalkan. Pencarian pada sebuah tempat yang menunggu untuk
ditemukan – mari berdoa semoga ia tidak lekas bosan.
Dan senyampang kamu mencari, mari manfaatkan waktu
senggangmu bermain denganku. Bermain lompat tali atau ayunan pasti akan sangat
menyenangkan. Mengejar layang-layang atau menjaring capung pun tak akan kalah
mengguncang. Planet merah, buat aku
bergairah!
Hai hai, memang sih aku juga lebih suka rumahmu
yang lama. Desainnya sangat simple tapi ngena. Dan ia merah! Lihatlah, bukankah
itu sangat mirip kita berdua? Sederhana, hanya dua warna: merah dan putih.
Baiklah, kamu boleh mengecamku sesuka hati akan
selera rendahanku dalam memilihkan kediaman baru untukmu. Etapi coba dengar
kembali alasanku, itu adalah pilihan yang lumayan diantara pilihan-pilihan
buruk lainnya. Percayalah, kamu akan mencibir alih-alih melebarkan pupil mata
atau berteriak seperti orang kesurupan karena tampilan-tampilan tak masuk akal
itu. Iya, toko buku itu memang sangat menyedihkan. Masakan kamu harus kubelikan
rumah dengan tampilan merah muda bergambar Barbie dengan hologram warna-warni? percaya padaku, itu benar-benar menyiksa
mata, Mer!
Aku pun sebenarnya ingin memberikan rumah baru
yang sama persis dengan rumah lamamu. Tapi Mer, selain karena sudah rare sekali ditemukan, aku rasa kamu
perlu rumah yang lebih lapang untuk tempatmu bermain, untuk juga menampung isi
kepalamu yang meluber kemana-mana itu. Apa kamu tidak kasihan padaku yang setiap
hari menyapu muntahanmu? – malu sama
tetangga.
Aku tahu kenyamanan itu nomor satu, tapi apa
salahnya mencoba sesuatu yang sekiranya lebih baik? Meninggalkan bukan berarti
melupakan, Mer. Kamu boleh setiap hari mengunjungi rumah lamamu, karena aku
juga akan ikut merawatnya dengan baik. Karena dia adalah bagian kita berdua.
Kenangan adalah sesuatu yang harus direka-ulang dan ditertawakan.
Akhirnya Mer, mari kita lanjutkan bersenang-senang
kita. Aku akan membantu menuliskan ceritamu. Orang bilang hal yang paling sulit
adalah mempertahankan sesuatu, tapi bagiku hal yang paling rumit adalah bagian
memulainya. Bagaimana bisa kita mempertahankan sesuatu tanpa memulainya
terlebih dahulu? Jadi, sangatlah mustahil bagiku untuk amnesia kepada rumah
lamamu.
Ayo Mer, bentangkan jaringmu lebar-lebar! para
capung sudah tak sabar menunggu. Mari siapkan kaki telanjangmu mengitari tanah
lapang berilalang. Kau lihat, Planet Merah? Ini benar-benar musim panas yang
biru! Lekas, dongakkan kepalamu ke atas!
Ps: si Merah lagi cemberut. Dianya
ngambek soal rumah baru yang katanya: ‘tak-bercita-rasa’.
Soal rumah adalah soal kesan, ujarnya. Heran, sejak kapan ia memperdulikan
pesan dan kesan, seperti di buku tahunan sekolah saja. Memang kadang suka
kolokan si Mer itu. :p
Sudahlah Mer, percayakan pada teori ini: kamu
tidak punya pilihan lain kecuali menerimanya. Keterpaksaan akan membuatmu jadi
biasa. Keterbiasaan akan membuatmu nyaman. Bukankah kenyamanan itu
menyenangkan, Mer? *wink
Tidak ada komentar:
Posting Komentar