Tuan, tahun-tahun terakhir ini perkembangan
teknologi semakin merajalela. Dimana saja dan kapan saja anda bisa menemuinya. Semua
media memberkatinya. Semua orang takluk padanya.
“Eh, kalau anda tidak pakai gadget merk ini, anda
belum bisa disebut keren.”
Iya tuan, lifestyle menentukan segalanya, ia
adalah menifestasi bagi status sosial anda. Bagaimana selera hidup anda, itu
bisa dilihat dari merk gadget apa yang anda pakai. Eksibisionis teknologi kalau
istilah saya. Semua orang berlomba mendapatkan perangkat teknologi tercanggih
dan termutakhir abad ini. Dan media mengakomodir itu – ‘ada konsumen potensial
di sini jadi buatlah teknologi sedinamis mungkin.’
Kadang saya juga heran tuan, kenapa orang-orang
itu sebegitu ambisius dan buasnya dengan seperangkat benda kotak penuh kabel
itu. Oh bukan, sekarang adalah jamannya chip [maafkan kalau saya salah tuan,
maklum saya sangat buta dengan hal-hal yang seperti ini]. Mereka mau setia
mengikuti setiap perubahan tampilan teknologi yang seakan tak ada habisnya.
Belum selesai bulan lalu sebuah gadget di-launching
eh hari ini sudah ada pembaruan dengan aplikasinya yang lebih canggih.
Saya benar-benar tak mengerti dan kadang gusar
dengan teknologi-teknologi ini tuan. Mata saya sepet dan iritasi melihat iklan-iklan
berseliweran dimana-mana, mereka sudah mirip hantu saja.
Ah saya tahu, mungkin anda berfikir kalau saya ini
hanya iri semata, karena tak punya kemampuan finansial untuk mempunyai gaya
hidup seperti itu; show off dengan
segala pernak-pernik teknologi mutakhir adikarya apalah namanya itu. Kalaupun
saya ada – semoga tuhan berbaik hati untuk itu – saya lebih memilih untuk
menabungnya demi ambisi untuk keliling dunia. Ha-ha-ha…
Tuan, saya semakin merasa kalau saya ini pada
hakikatnya adalah manusia manual pada dasarnya. Saya selalu mengira-ngira kalau
tuhan pada saat itu salah membuat perhitungan pada kapan seharusnya saya
diahirkan – tapi sayangnya seharusnya tuhan tak pernah salah. *Sigh!
Kalau saya boleh memilih, seharusnya saya tumbuh besar,
dewasa dan berhenti bertambah umur di tahun 80-an sampai tahun 90-an. Itulah
masa keemasan bagi hidup menurut saya. Memang teknologi canggih sudah mulai
tampak embrionya di masa itu, tapi hal-hal manual masih dipandang kedua belah
mata. Musik-musik keren merajalela dimasa itu. Gerombolan lelaki berambut kusut
dengan kemeja flanel dan jins sobek-sobek tak lupa sepatu kanvas bututnya, gerombolan
lelaki gondrong dengan seragam hitam-hitam yang tampak begitu maha kerennya.
Mereka menyebut itu musik metal, grunge, rock dengan segala sub-genrenya. Iya,
Saya sangat ingin hidup dengan semua itu!
Di era itu tuan, belum ada sinetron beratus-ratus
episode dengan jalan cerita yang luar biasa absurd. Belum ada gempuran
iklan-iklan yang luar biasa masifnya. Betapa ‘manisnya’ film-film zaman dulu.
Betapa antusiasnya anak-anak yang menunggu film kartun favoritnya di sore hari,
kartun produk jepang biasanya, seperti; baja hitam, sailormoon, saint seiya dan
lain sebagainya. Entah mereka nebeng nonton di rumah tetangga atau temannya.
Karena zaman itu tuan, televisi tak seperti sekarang ini dimana hampir semua
rumah memilikinya. Kemudian ada istilah layar tancap. Iya, di alam terbuka di
malam hari dengan angin semilir yang dingin para keluarga menikmati film yang
aslinya sudah lumayan lama telah beredar di bioskop, pastinya ditemani camilan
– dibawa dari rumah atau bisa dibeli di tempat – dan tikar sebagai alas duduk yang sudah disiapkan sedari siang
dari rumah. Sungguh keakraban yang luar biasa tuan.
Tuan, dimasa itu jika anda ingin mendekati seseorang
untuk dijadikan pacar tidak ada itu yang namanya sms atau telepon yang menguras
pulsa. Anda harus menuliskan surat padanya, anda harus punya cadangan kata-kata
puitis. Bukan meyerahkanya secara langsung tapi menitipkan pada temannya, tapi
kalau anda punya cukup nyali ya silahkan serahkan sendiri. Jangan lupa
sering-sering titip salam melalui teman-temannya. Dan juga jangan sungkan
memanfaatkan radio, titip salam – juga – request
lagu buat gebetan.
Kala itu tuan, kalau anda mau bertemu dengan seseorang
anda harus benar-benar membuat janji beberapa hari sebelumnya. No sms, serba
instan belum ada saat itu. Bertemu dan ngobrol begitu pentingnya, interaksi
tubuh dan ekspresi untuk sebuah keintiman yang sebenarnya.
Tuan, anda tahu apa itu sahabat pena? Benar,
menulis di zaman itu begitu sangat keren dan kantor pos adalah base camp maha
keren. Bertukar kabar dengan sanak saudara anda perlu bersusah payah menulis
surat, dan hal serupa lainnya – tengoklah, betapa kikuk bentuk tulisan tangan
saya sekarang ini. Haha, hasil produk zaman abad ini.
Segala macam kendaraan dan barang elektronik
belumlah sebanyak sekarang ini tuan. Jalan kaki dan naik sepeda onthel
sangatlah keren. Tak heran kata bapak saya manusia zaman dulu itu jarang yang
sakit aneh-aneh macam kanker, obesitas, kolesterol, serangan jantung dan
lain-lain.
Demi buah tomat segar, saya benar-benar kepingin
hidup di masa itu. Lalu punya kekasih dengan rambut gondrong ala vokalis band
hair metal berkemeja flanel dengan sepatu kanvas butut serta jins sobek-sobek. Rebel! tapi sukanya kencan blusukan cari
buku bekas dari satu toko ke toko lainnya. Manisnya… *ngiler
Saya kurang dinamis dengan perkembangan teknologi
terkini tuan. Bahkan hape saya ‘cemennya’ minta ampun jika dibandingkan dengan
hape teman-teman saya yang serba qwerty dan
touch-screen serta kadang bermerk
buah-buahan yang harganya bisa membuat mata saya mendelik itu. Bagi saya hape
bisa buat telepon dan sms cukup sudah. Kena banting, kena hujan, kena topan
badai hape ya tetep itu-itu saja. Sampai keponakan saya yang kelas 6 sd yang
sialnya lagi hapenya sudah berlayar lebar dan punya sensor sentuh sensitif
bilang ke saya; “ah mbak Lina ini gak up-to-date
banget. So last year… “
Ya begitulah mbak-mu ini sayang, mending uangnya
buat beli wafer coklat ‘Superman’ favorit kita – lumayan kan buat stok camilan
berhari-hari. Hehehe…
Saya ini tuan, pas zaman kuliah dulu mengambil
jurusan desain grafis. Pada awalnya saya sebenarnya pengen masuk jurusan seni
rupa, tapi entah karena alasan bodoh apa tersesatlah saya pada jurusan itu.
Padahal saya ini nol besar banget sama urusan tetek-bengek komputer, apalagi harus
menggambar-gambar dengannya. Jadilah saya bengong kaya sapi ompong di semester
awal. Saya mengandalkan jurus ‘kebaikan teman’ untuk menyelesaikan tugas
menggambar pake tetikus. Untunglah masih ada menggambar manualnya meski
sedikit, jadi saya bisa melampiaskan rindu terpendam saya kepada kuas dan cat.
Tuan, anda pasti tahu di jurusan saya itu komputer/laptop
adalah ibarat nyawa bagi tubuh. Tapi malangnya zaman kuliah dulu saya belum
punya hal yang seperti itu – bandelnya saya juga, kalo pas punya uang malah dipake
buat ‘hal-gak-penting-tapi-menyenangkan’ semata [kalaupun sekarang punya
itu-pun baru-baru saja ini. Itu-pun juga hasil bujukan dari para keponakan saya
yang punya motif terselubung ‘ntar bisa dipinjem buat maen game’. Hahaha, dasar
lovely little bastard!]. Jadi
bagaimana kalau sedang ada tugas kuliah? Ya saya mengandalkan rental komputer,
kalau tidak begitu ya tinggal pinjem temen. Untung teman-teman saya pada asyik
dan baik-baik, jadinya saya kerasan di jurusan tersesat itu.
Puji tuhan saya bisa lulus tepat waktu dan membuat
barisan teman perempuan satu angkatan yang jumlahnya bisa dihitung jari itu
geram. Mereka menuding saya sebagai pengkhianat dan tak setia kawan dikarenakan
saya lulus duluan. Hehehe, ampuni saya teman. Sumpah! Bahkan saya sendiri-pun
tak mengira dan dibuat takjub olehnya.
Ya begitulah adanya kemanualan saya tuan. Saya ini
masih suka membeli lagu dalam bentuk fisik. Berburu kaset dan CD kalau lagi
punya uang lebih. Tapi saya tak akan mampu membeli piringan hitam, disamping
harganya yang lumayan menguras kantong entar muternya pake apa coba? Saya kan
belum punya pemutarnya – gramofon kalau gak salah namanya ya?
Halah, biarkan urusan membeli vinyl itu menjadi
urusan si mbak-mbak dan mas-mas hipster saja. Hehehe… *timpuk
Barangkali haraplah maklum tuan, kalau saya lebih
fasih mengayuh sepeda angin daripada sepeda bermotor. Saya lebih suka mantengin
berlembar-lembar halaman buku daripada harus mendownload e-book. Masih suka
fotocopy daripada nge-print. Masih malas mandi dan gosok gigi, halah!
Tuan, saya kadang merasa sebagai ‘manusia-primitif-yang-tersesat-di-dimensi-lain’
ditengah-tengah mereka yang gadget-freak
itu. Tapi untungnya saya biasa saja – haturkan terimakasih kepada tuhan yang
telah berbaik hati memberi mental yang seperti itu kepada saya. Saya kog gak
sirik atau gumunan sama mereka – atau belum?. Saya malah suka sebel kalau
melihat orang yang tekun dengan gadgetnya, padahal tuh ya ada temen di depannya
yang menunggu sebuah obrolan yang berinteraksi langsung. “Apakah leher dan
punggung serta jari tanganmu tidak pegal?” Eh eh eh, begitu nyinyirnya saya…
Akhir kata tuan, setiap malam sebelum berangkat tidur
saya hanya bisa berdo’a seperti ini;
“semoga saat bangun besok pagi saya mendapati diri
berada ditengah-tengah lautan manusia yang sedang menonton konser tur barengnya
Metallica dan Guns N’ Roses. Amiiin… :]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar