Rabu, 12 Desember 2012

TUAN

 
Tuan, tahun-tahun terakhir ini perkembangan teknologi semakin merajalela. Dimana saja dan kapan saja anda bisa menemuinya. Semua media memberkatinya. Semua orang takluk padanya.
“Eh, kalau anda tidak pakai gadget merk ini, anda belum bisa disebut keren.”
Iya tuan, lifestyle menentukan segalanya, ia adalah menifestasi bagi status sosial anda. Bagaimana selera hidup anda, itu bisa dilihat dari merk gadget apa yang anda pakai. Eksibisionis teknologi kalau istilah saya. Semua orang berlomba mendapatkan perangkat teknologi tercanggih dan termutakhir abad ini. Dan media mengakomodir itu – ‘ada konsumen potensial di sini jadi buatlah teknologi sedinamis mungkin.’

Kadang saya juga heran tuan, kenapa orang-orang itu sebegitu ambisius dan buasnya dengan seperangkat benda kotak penuh kabel itu. Oh bukan, sekarang adalah jamannya chip [maafkan kalau saya salah tuan, maklum saya sangat buta dengan hal-hal yang seperti ini]. Mereka mau setia mengikuti setiap perubahan tampilan teknologi yang seakan tak ada habisnya. Belum selesai bulan lalu sebuah gadget di-launching eh hari ini sudah ada pembaruan dengan aplikasinya yang lebih canggih.
Saya benar-benar tak mengerti dan kadang gusar dengan teknologi-teknologi ini tuan. Mata saya sepet dan iritasi melihat iklan-iklan berseliweran dimana-mana, mereka sudah mirip hantu saja.
Ah saya tahu, mungkin anda berfikir kalau saya ini hanya iri semata, karena tak punya kemampuan finansial untuk mempunyai gaya hidup seperti itu; show off dengan segala pernak-pernik teknologi mutakhir adikarya apalah namanya itu. Kalaupun saya ada – semoga tuhan berbaik hati untuk itu – saya lebih memilih untuk menabungnya demi ambisi untuk keliling dunia. Ha-ha-ha…

Tuan, saya semakin merasa kalau saya ini pada hakikatnya adalah manusia manual pada dasarnya. Saya selalu mengira-ngira kalau tuhan pada saat itu salah membuat perhitungan pada kapan seharusnya saya diahirkan – tapi sayangnya seharusnya tuhan tak pernah salah. *Sigh!
Kalau saya boleh memilih, seharusnya saya tumbuh besar, dewasa dan berhenti bertambah umur di tahun 80-an sampai tahun 90-an. Itulah masa keemasan bagi hidup menurut saya. Memang teknologi canggih sudah mulai tampak embrionya di masa itu, tapi hal-hal manual masih dipandang kedua belah mata. Musik-musik keren merajalela dimasa itu. Gerombolan lelaki berambut kusut dengan kemeja flanel dan jins sobek-sobek tak lupa sepatu kanvas bututnya, gerombolan lelaki gondrong dengan seragam hitam-hitam yang tampak begitu maha kerennya. Mereka menyebut itu musik metal, grunge, rock dengan segala sub-genrenya. Iya, Saya sangat ingin hidup dengan semua itu!

Di era itu tuan, belum ada sinetron beratus-ratus episode dengan jalan cerita yang luar biasa absurd. Belum ada gempuran iklan-iklan yang luar biasa masifnya. Betapa ‘manisnya’ film-film zaman dulu. Betapa antusiasnya anak-anak yang menunggu film kartun favoritnya di sore hari, kartun produk jepang biasanya, seperti; baja hitam, sailormoon, saint seiya dan lain sebagainya. Entah mereka nebeng nonton di rumah tetangga atau temannya. Karena zaman itu tuan, televisi tak seperti sekarang ini dimana hampir semua rumah memilikinya. Kemudian ada istilah layar tancap. Iya, di alam terbuka di malam hari dengan angin semilir yang dingin para keluarga menikmati film yang aslinya sudah lumayan lama telah beredar di bioskop, pastinya ditemani camilan – dibawa dari rumah atau bisa dibeli di tempat – dan tikar sebagai  alas duduk yang sudah disiapkan sedari siang dari rumah. Sungguh keakraban yang luar biasa tuan.

Tuan, dimasa itu jika anda ingin mendekati seseorang untuk dijadikan pacar tidak ada itu yang namanya sms atau telepon yang menguras pulsa. Anda harus menuliskan surat padanya, anda harus punya cadangan kata-kata puitis. Bukan meyerahkanya secara langsung tapi menitipkan pada temannya, tapi kalau anda punya cukup nyali ya silahkan serahkan sendiri. Jangan lupa sering-sering titip salam melalui teman-temannya. Dan juga jangan sungkan memanfaatkan radio, titip salam – juga – request lagu buat gebetan.
Kala itu tuan, kalau anda mau bertemu dengan seseorang anda harus benar-benar membuat janji beberapa hari sebelumnya. No sms, serba instan belum ada saat itu. Bertemu dan ngobrol begitu pentingnya, interaksi tubuh dan ekspresi untuk sebuah keintiman yang sebenarnya.

Tuan, anda tahu apa itu sahabat pena? Benar, menulis di zaman itu begitu sangat keren dan kantor pos adalah base camp maha keren. Bertukar kabar dengan sanak saudara anda perlu bersusah payah menulis surat, dan hal serupa lainnya – tengoklah, betapa kikuk bentuk tulisan tangan saya sekarang ini. Haha, hasil produk zaman abad ini.
Segala macam kendaraan dan barang elektronik belumlah sebanyak sekarang ini tuan. Jalan kaki dan naik sepeda onthel sangatlah keren. Tak heran kata bapak saya manusia zaman dulu itu jarang yang sakit aneh-aneh macam kanker, obesitas, kolesterol, serangan jantung dan lain-lain.
Demi buah tomat segar, saya benar-benar kepingin hidup di masa itu. Lalu punya kekasih dengan rambut gondrong ala vokalis band hair metal berkemeja flanel dengan sepatu kanvas butut serta jins sobek-sobek. Rebel! tapi sukanya kencan blusukan cari buku bekas dari satu toko ke toko lainnya. Manisnya… *ngiler

Saya kurang dinamis dengan perkembangan teknologi terkini tuan. Bahkan hape saya ‘cemennya’ minta ampun jika dibandingkan dengan hape teman-teman saya yang serba qwerty dan touch-screen serta kadang bermerk buah-buahan yang harganya bisa membuat mata saya mendelik itu. Bagi saya hape bisa buat telepon dan sms cukup sudah. Kena banting, kena hujan, kena topan badai hape ya tetep itu-itu saja. Sampai keponakan saya yang kelas 6 sd yang sialnya lagi hapenya sudah berlayar lebar dan punya sensor sentuh sensitif bilang ke saya; “ah mbak Lina ini gak up-to-date banget. So last year… “
Ya begitulah mbak-mu ini sayang, mending uangnya buat beli wafer coklat ‘Superman’ favorit kita – lumayan kan buat stok camilan berhari-hari. Hehehe…

Saya ini tuan, pas zaman kuliah dulu mengambil jurusan desain grafis. Pada awalnya saya sebenarnya pengen masuk jurusan seni rupa, tapi entah karena alasan bodoh apa tersesatlah saya pada jurusan itu. Padahal saya ini nol besar banget sama urusan tetek-bengek komputer, apalagi harus menggambar-gambar dengannya. Jadilah saya bengong kaya sapi ompong di semester awal. Saya mengandalkan jurus ‘kebaikan teman’ untuk menyelesaikan tugas menggambar pake tetikus. Untunglah masih ada menggambar manualnya meski sedikit, jadi saya bisa melampiaskan rindu terpendam saya kepada kuas dan cat.
Tuan, anda pasti tahu di jurusan saya itu komputer/laptop adalah ibarat nyawa bagi tubuh. Tapi malangnya zaman kuliah dulu saya belum punya hal yang seperti itu – bandelnya saya juga, kalo pas punya uang malah dipake buat ‘hal-gak-penting-tapi-menyenangkan’ semata [kalaupun sekarang punya itu-pun baru-baru saja ini. Itu-pun juga hasil bujukan dari para keponakan saya yang punya motif terselubung ‘ntar bisa dipinjem buat maen game’. Hahaha, dasar lovely little bastard!]. Jadi bagaimana kalau sedang ada tugas kuliah? Ya saya mengandalkan rental komputer, kalau tidak begitu ya tinggal pinjem temen. Untung teman-teman saya pada asyik dan baik-baik, jadinya saya kerasan di jurusan tersesat itu.
Puji tuhan saya bisa lulus tepat waktu dan membuat barisan teman perempuan satu angkatan yang jumlahnya bisa dihitung jari itu geram. Mereka menuding saya sebagai pengkhianat dan tak setia kawan dikarenakan saya lulus duluan. Hehehe, ampuni saya teman. Sumpah! Bahkan saya sendiri-pun tak mengira dan dibuat takjub olehnya.

Ya begitulah adanya kemanualan saya tuan. Saya ini masih suka membeli lagu dalam bentuk fisik. Berburu kaset dan CD kalau lagi punya uang lebih. Tapi saya tak akan mampu membeli piringan hitam, disamping harganya yang lumayan menguras kantong entar muternya pake apa coba? Saya kan belum punya pemutarnya – gramofon kalau gak salah namanya ya?
Halah, biarkan urusan membeli vinyl itu menjadi urusan si mbak-mbak dan mas-mas hipster saja. Hehehe… *timpuk 

Barangkali haraplah maklum tuan, kalau saya lebih fasih mengayuh sepeda angin daripada sepeda bermotor. Saya lebih suka mantengin berlembar-lembar halaman buku daripada harus mendownload e-book. Masih suka fotocopy daripada nge-print. Masih malas mandi dan gosok gigi, halah!

Tuan, saya kadang merasa sebagai ‘manusia-primitif-yang-tersesat-di-dimensi-lain’ ditengah-tengah mereka yang gadget-freak itu. Tapi untungnya saya biasa saja – haturkan terimakasih kepada tuhan yang telah berbaik hati memberi mental yang seperti itu kepada saya. Saya kog gak sirik atau gumunan sama mereka – atau belum?. Saya malah suka sebel kalau melihat orang yang tekun dengan gadgetnya, padahal tuh ya ada temen di depannya yang menunggu sebuah obrolan yang berinteraksi langsung. “Apakah leher dan punggung serta jari tanganmu tidak pegal?” Eh eh eh, begitu nyinyirnya saya…

Akhir kata tuan, setiap malam sebelum berangkat tidur saya hanya bisa berdo’a seperti ini;
“semoga saat bangun besok pagi saya mendapati diri berada ditengah-tengah lautan manusia yang sedang menonton konser tur barengnya Metallica dan Guns N’ Roses. Amiiin… :] 


Tidak ada komentar: