Entah mengapa, saya tidak merasa rugi kalau tidak mengikuti berita terkini di televisi. Dulu, saya akan bela-bela’in untuk update baik di televisi atau surat kabar. Dan sekarang, kalau sedang ingin tahu ada berita apa saya lebih memilih membaca koran. Itupun frekuensinya jarang-jarang.
Saya malas melihat berita yang rasanya tak ada
baik-baiknya. Dan itupun kadarnya diulang-ulang dari pagi sampai pagi lagi
dengan topik yang sama, saudara! Apa mereka tidak bosan dengan berita yang
mencekik leher dan menaikkan tensi darah itu. Korupsi, teroris, kecelakaan, kerusuhan
berdarah, pembunuhan, pencemaran nama baik, intrik politik busuk, keluh
sana-sini dan lain sebagainya yang model pemberitaannya-pun macam infotainment
‘investigasi’. Huh, benar-benar membuat kesal!
Setelah mengabsenkan diri dari berita-berita buruk
di televisi itu saya merasa lebih sehat jasmani dan rohani. Saya tak peduli bila
harus mengurangi jatah sekian persen nominal wawasan dalam kepala saya. Saya
tidak butuh berita buruk melulu. Saya juga butuh asupan berita baik yang
menutrisi hati dan otak. Oh tuhan, ini tak kalah mengerikannya dengan melihat
berita Nassar dan Musdalifah yang disetel secara maraton dan membabi-buta di
infotainment – kelihatan sekali kan kalau saya ini penyuka gosip, hahaha! –
sungguh rasanya pengen memalu kepala sendiri. Tolong, saya ingin amnesia dari
radar berita buruk itu!
Baiklah ini kekhilafan saya, setelah sekian lama
hiatus iseng-iseng saya menjangkau remot dan menekan tombolnya ke chanel
berlogo merah darah itu. Dan anda pun pasti berita apa yang paling happening
minggu-minggu ini. Iya benar, ini tentang film ‘Innocent Of Moslem’. Mau tak mau kepala saya pun ikut terpapar
dengan berita panas itu. Dan – lagi – saya tak kuasa menahan jemari tangan saya
untuk ikut menuliskannya di sini. Harap siapkan telinga anda, saya akan
sok-sokan ikut berkomentar di sini macam pengamat politik yang menyebalkan dan
lebay.
Oke, apa pentingnya film itu? kenapa semua orang
segitu hebohnya sampai bakar-bakar ban dan tawuran segala. Apakah ia dukun
cabul? Tersangka perdagangan anak dan perempuan? Penjahat HAM? Ehm, saya
melihat anda menggeleng, jadi apa urgensinya? Film ini hanya pekerjaan orang
yang menderita ‘Narsistik Kompleks’ yang semakin besar perhatian terarah
kepadanya maka makin senanglah dia. Dan sepertinya ia sudah sangat berhasil,
coba tanya siapa penduduk di bumi yang tidak tahu film ini? Baiklah, saya lebay
di bagian ini. Pasti ia sedang tertawa-tawa di belahan bumi sana, betapa
filmnya telah mampu mengkoordinasi massa sebegitu brutalnya. Memang gampang ya
kelau mau menghancurkan keharmonisan umat muslim. Anda tak perlu bom nuklir
atau berpeti-peti butir peluru, cukup dengan letupan sebuah isu yang
menyinggung harga diri para penganut islam dan BOOM!!! Lihatlah ledakannya, radius dan efeknya
akan melebihi ekspektasi anda.
Manurut saya hal yang paling mudah untuk menyikapi
hal-hal yang seperti ini adalah ‘ketidak pedulian’. Jangan pedulikan. Tanpa
harus demo berdarah-darah, orang-orang yang punya otak pasti menganggap kalau
film ini hanya layak masuk dalam kategori kelas E [minus lagi], murahan dan tak
bermartabat. Cobalah kita dewasa, bagaimana kita bisa mengharapkan empati orang
lain kalau kelakuan kita tidak mencerminkan itu. Siapa yang suka sikap arogansi
dan subversif alih-alih menyikapi segala sesuatu dengan keluwesan daya pikir
yang meluas tanpa batas.
Saya muslim dan saya bangga dengan itu. Tapi saya
tahu kapan harus peduli atau tidak pada hal-hal penting atau sampah belaka. Sudahlah,
hentikan reaksi sia-sia itu. Lebih baik kita peduli pada hujan yang tak kunjung
datang. Kenapa? apakah para alien sedang melancarkan strategi sabotasenya? Woaw!
Ini benar-benar ancaman yang tak bisa dianggap remeh.
Balkon rumah, 19 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar