Sabtu
dini hari. Kira-kira sudah pukul setengah tiga pagi. Kalau pun meleset paling
lebih kurang 10 menitan. Ilmu kira-kira soalnya. Iya... malaslah saya kalau
disuruh pakai jam tangan. Kamu pun tak akan mendapati bentuk jam di kamar saya.
Angka berdetak itu ibarat pengawas ujian bagi saya. Sangat mengintimidasi. Dan
saya paling bosan melihat orang yang setiap menit menatap jamnya. Sama bosannya
dengan melihat orang yang takzim dan kidmat dengan telepon genggamnya. Tak
peduli meskipun ada yang saling bunuh di sampingnya. Bahkan kiamat sekalipun. Kontemplasi
huh? Seakan dengan melakukan itu ia akan menyelamatkan dunia dari ledakan ‘bom
waktu’ yang tinggal hitungan detik saja. Eh omong-omong kamu tahu bagaimana
cara saya menentukan waktu? Ah itu sih gampang; hitung saja kecepatan dan arah
angin, kelembapan udara, sudut serta derajat lokasi dan ketepatan insting. Hahaha,
kedengarannya saya akan menghancurkan kepala bajingan dengan senapan 'Ak 47'.
Wuush... hancur tanpa suara bung...
Baiklah,
saya terlalu banyak ngelantur tentang jam. Sebenarnya inilah yang pingin saya
omongin; tiap akhir pekan saya selalu jadi zombie tv. Ya, menyedihkan memang. Dengan
kopi super pait yang membuat dahi mengernyit saya awali sembahyang di depan
kotak berkabel. Yang sialnya membuat saya masturbasi berkali-kali. Hei salahkan
televisi! Mereka tak punya otak menayangkan film-film apik di dini hari. Dan
malah memutar film-film yang ibarat muntah ditelen lagi, muntah ditelen lagi di
jam-jam saat mata masih waras. Dasar tolol! Terlalu keseringan bos. Membuat
muak! Sama kayak berita gak penting yang dibuat happening dengan narasi dan
diskusi sinting. Oh dewa Neptunus, hentikan omong kosong sok pintar dan sok
garang di kursi empuk itu. Apalah namanya itu; orang-orang politik katanya. Yang
ketiaknya bau uang. Halah, saya berani bertaruh; di belakang kamera sana di
ruang ber-AC mereka saling peluk dan cium, bahkan tanpa sungkan saling
membersihkan bagian tubuh masing-masing. Err... terdengar seperti bekicot, ada
lendir dimana-mana. Hahaha, ampuni saya wahai mahkluk buncit...
Apa?
Sampai mana tadi? Huh! Omongan saya belok kanan lalu lurus terus belok kiri
terus lurus lagi, gak nyampek-nyampek. Capeklah saya. Tuhan telah mengurangi
jatah fokus saya. Sudah-sudah makan dulu sana... lalu ada ayam yang pok pok pok
di atas kepala kepala saya. Haiyah! Tulisan ini random parah – meminjam istilah
Justin Bubur. Hoaaam....
Neng
nong! Kira-kira sudah jam 11 pagi dan saya belum cuci kaki dan gosok gigi. Malas
nonton tv pagi, gak ada Sinchan dan Conan lagi. Mau makan tapi malas berdiri. Guling-guling
di kasur saja sepanjang hari. Sambil berfantasi ada tuan Cillian Murphy nyasar
ke kamar membawa sebaki spagheti. Kita asyik berhaha hihi dan nyanyi-nyanyi. Ooh...
hari yang berseri...
Walah,
random tenan ki! Ya sudahlah... taiklah saya yang tukang keluh. Terpujilah sang
kopi hitam pahit legit. Sujud syukur untuk televisi dini hari. long live mie instan goreng kriuk! Baiklah,
saya akhiri random ini dengan ucapan amin. –AMIN–
*Apakah random itu semacam kependekan
dari ‘ranah domestik’? ah tauklah, bisa-bisa saya saja...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar