Pagi hari. Mendapati
diri di ruang tamu rumah. Bapak dan ibu lalu lalang di depan mata tanpa sepatah
katapun. Apa yang mereka sibukkan? Rumah begitu sepi. Hening malah. Tanpa
sempat menelaah, aku sudah berada di atas balkon rumah – ditawari budhe jeruk
berwarna orange kekuningan yang sangat besar dengan ibu di sebelah aku ikut
mencicipinya...
Langit
mendadak gelap. Di Tk depan rumah bermain dengan tiga keponakan kecil.
Membuatku heran karena Tk itu tidak terkunci [tapi sepertinya aku melihat salah
satu keponakan memegang kunci. Entah didapat dari mana]. Kami lantas masuk. Isi
ruangannya sedikit berubah. Ada dua toilet baru di dekat bangku murid [ini
sungguh mencengangkan ada toilet di dalam kelas]. Lemari buku, tempat duduk
guru serta murid dan ornamen dinding letak dan bentuknya masih sama. Lantas
tanpa aba-aba si tiga keponakan meluluhlantakkan seluruh isi kelas. Aku hanya
bisa berteriak panik sambil berusaha menarik ketiga berandalan kecil keluar
dari ruangan. Menyelamatkan mereka dari amuk guru besok pagi…
Alur
bergerak cepat [layaknya pergerakan uang nasabah yang dihitung mbak-mbak wangi
pegawai bank]. Di pelataran Tk suatu siang yang terik – dari arah selatan
datang segerombolan pengayuh sepeda dengan jersey warna-warni dan para pengendara
ferrari dengan dandanan sophisticated-nya melaju dalam kecepatan tinggi. Kalian
pikir ini lintasan balap huh! [bahkan asap dan debunya masih mempolusi otakku
hingga detik ini]. Scene berganti dengan atmosfer yang agak buram, penglihatan
fokus pada tetangga yang sedang ada hajatan. Tamu hilir mudik datang bergantian
dengan wajah muram...
Kemudian dengan
cepatnya latarbelakang berganti menjadi sebuah toko yang entah berada dimana. Entah
malam entah siang – dengan alur lambat. Di sana sudah ada aku dengan
teman-teman dimasa lalu. Tiba-tiba kami diserang sepasukan hantu kumuh. Mereka
bersenjata pedang panjang yang tajam. Para teman tak ada yang berani mengusir
para hantu jelek. Akhirnya dengan modal nekat kukorbankan diri menghajar
hantu-hantu keparat itu. Semua berhasil kuenyahkan. Tapi ada satu yang terakhir
muncul yang sulit ditaklukkan, mungkin ia adalah ketuanya. Tanpa kusadari
hunusan pedangnya mengenai dada. Goresannya menyilang panjang. Perih sekali.
Berdenyut-denyut. Entah mengapa hantu tua berambut panjang keperakan itu tidak
menghabisiku. Ternyata ketika kutolehkan kepala ke belakang sosoknya sudah
menghilang…
Semua
berjalan begitu acak. Dada yang perih. Teman yang memberi perban putih. Orang-orang
sibuk membeli galon air. Mobil dan manusia berserakan di jalanan. Diseberang
jalan ada seorang laki-laki yang menatap heran. Aku tak mengenalnya. Tapi ia
terus memandangiku. Peduli setan, aku tak tahu siapa dia! Eh tiba-tiba dia
menyeberangi jalan menghampiriku. Apa maunya? Dia semakin dekat dan d-e-k-a-t…
Hei di belakang kepalaku sayup-sayup terdengar suara Craig Nicholls melantunkan lagu ‘Winning
Days’:
The winning days are gone
Because I know just where I'm seeing
Was giving as I know
I can't hear…
Cause underneath there's gold
I'll need to get around to find it
When I wanna go
I can dream…
Because I know just where I'm seeing
Was giving as I know
I can't hear…
Cause underneath there's gold
I'll need to get around to find it
When I wanna go
I can dream…
I've been trying
All my time…..
I'm just seeing it right
Cause it could be the light that's over me
So I just wanna let it be…
All my time…..
I'm just seeing it right
Cause it could be the light that's over me
So I just wanna let it be…
Telingaku agak tergoda dengan suara yang
malas-malasan itu. Mata mengerjap, silau terkena cahaya dari kisi-kisi jendela.
Kemudian otak merekonstruksi apa-apa yang dipindai mata pertama kali. Lemari di
dekat pintu, poster lusuh yang terpasang miring di dinding, buku dan kaset
berserakan, bau kopi yang tumpah semalam… Ternyata ini kamarku – jam 08:45. Tapi
apa yang dilakukan si Craig di kamarku? Apakah ia sengaja menyesatkan diri ke
sini? [menyeringai sambil meneteskan air liur. Aerrrgh….!] Hahaha ternyata itu
bersumber dari radio tua di pojokan kamar. Sungguh membuat kecewa!
Dan apakah serangkaian
hal absurd tadi hanyalah mimpi? Kenapa isi mimpiku tak jelas semua. Hanya satu
yang bisa kumengerti – tentang menghajar hantu. Aku bisa maklum kalau bawah
sadarku menampilkan citra hantu di mimpiku. Karena sore harinya aku mengulang
menonton film ‘sixth sense’ dan si tokoh ‘Cole Sear’ [Haley Joel Osment] yang penyendiri sekaligus smart masih tersisa di kepala.
Apalagi tatapan dinginnya [Dasar pedhopil! Hahaha...]. Omong-omong tumben aku masih
bisa mengingatnya. Biasanya bagian belakang kepalaku akan berdenyut tak karuan
bila mencoba mereka ulang mimpi. Hanya membuat tubuhku berguling ke kanan dan ke
kiri. Frustasi. Ingin rasanya kubenturkan kepala ke tembok!
Waaah… Pagi
ini pengecualian rupanya. Ini patut dirayakan! Errr… Tunggu! Atau ini gara-gara
subuh tadi aku terlalu banyak mengeluarkan cairan alias mencret [ini gara-gara
kopi dingin semalam] dan bodohnya itu tak menghalangi untuk melanjutkan tidur
yang belum tuntas. Hm… dalam kasus ini sepertinya holmes benar bahwa “Otakku
akan lebih tajam kalau perutku kosong”. Ha-ha-ha..
Post-scriptum : Goresan pedang di dada itu benar-benar terasa perih. Sungguh nyata
sakitnya. Sama seperti saat aku bermimpi menghisap ganja. Benar-benar merasa
melayang ke dimensi entah berantah. Padahal belum pernah mengalami sendiri
bagaimana rasanya nge-fly itu. Aneh…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar