Minggu, 13 Mei 2012

REKONSTRUKSI MIMPI

 
Pagi hari. Mendapati diri di ruang tamu rumah. Bapak dan ibu lalu lalang di depan mata tanpa sepatah katapun. Apa yang mereka sibukkan? Rumah begitu sepi. Hening malah. Tanpa sempat menelaah, aku sudah berada di atas balkon rumah – ditawari budhe jeruk berwarna orange kekuningan yang sangat besar dengan ibu di sebelah aku ikut mencicipinya...

Langit mendadak gelap. Di Tk depan rumah bermain dengan tiga keponakan kecil. Membuatku heran karena Tk itu tidak terkunci [tapi sepertinya aku melihat salah satu keponakan memegang kunci. Entah didapat dari mana]. Kami lantas masuk. Isi ruangannya sedikit berubah. Ada dua toilet baru di dekat bangku murid [ini sungguh mencengangkan ada toilet di dalam kelas]. Lemari buku, tempat duduk guru serta murid dan ornamen dinding letak dan bentuknya masih sama. Lantas tanpa aba-aba si tiga keponakan meluluhlantakkan seluruh isi kelas. Aku hanya bisa berteriak panik sambil berusaha menarik ketiga berandalan kecil keluar dari ruangan. Menyelamatkan mereka dari amuk guru besok pagi…
Alur bergerak cepat [layaknya pergerakan uang nasabah yang dihitung mbak-mbak wangi pegawai bank]. Di pelataran Tk suatu siang yang terik – dari arah selatan datang segerombolan pengayuh sepeda dengan jersey warna-warni dan para pengendara ferrari dengan dandanan sophisticated-nya melaju dalam kecepatan tinggi. Kalian pikir ini lintasan balap huh! [bahkan asap dan debunya masih mempolusi otakku hingga detik ini]. Scene berganti dengan atmosfer yang agak buram, penglihatan fokus pada tetangga yang sedang ada hajatan. Tamu hilir mudik datang bergantian dengan wajah muram...
Kemudian dengan cepatnya latarbelakang berganti menjadi sebuah toko yang entah berada dimana. Entah malam entah siang – dengan alur lambat. Di sana sudah ada aku dengan teman-teman dimasa lalu. Tiba-tiba kami diserang sepasukan hantu kumuh. Mereka bersenjata pedang panjang yang tajam. Para teman tak ada yang berani mengusir para hantu jelek. Akhirnya dengan modal nekat kukorbankan diri menghajar hantu-hantu keparat itu. Semua berhasil kuenyahkan. Tapi ada satu yang terakhir muncul yang sulit ditaklukkan, mungkin ia adalah ketuanya. Tanpa kusadari hunusan pedangnya mengenai dada. Goresannya menyilang panjang. Perih sekali. Berdenyut-denyut. Entah mengapa hantu tua berambut panjang keperakan itu tidak menghabisiku. Ternyata ketika kutolehkan kepala ke belakang sosoknya sudah menghilang… 
Semua berjalan begitu acak. Dada yang perih. Teman yang memberi perban putih. Orang-orang sibuk membeli galon air. Mobil dan manusia berserakan di jalanan. Diseberang jalan ada seorang laki-laki yang menatap heran. Aku tak mengenalnya. Tapi ia terus memandangiku. Peduli setan, aku tak tahu siapa dia! Eh tiba-tiba dia menyeberangi jalan menghampiriku. Apa maunya? Dia semakin dekat dan d-e-k-a-t… Hei di belakang kepalaku sayup-sayup terdengar suara Craig Nicholls melantunkan lagu ‘Winning Days’:
The winning days are gone
Because I know just where I'm seeing
Was giving as I know
I can't hear…

Cause underneath there's gold
I'll need to get around to find it
When I wanna go
I can dream…
I've been trying
All my time…..

I'm just seeing it right
Cause it could be the light that's over me
So I just wanna let it be…
 
 Telingaku agak tergoda dengan suara yang malas-malasan itu. Mata mengerjap, silau terkena cahaya dari kisi-kisi jendela. Kemudian otak merekonstruksi apa-apa yang dipindai mata pertama kali. Lemari di dekat pintu, poster lusuh yang terpasang miring di dinding, buku dan kaset berserakan, bau kopi yang tumpah semalam… Ternyata ini kamarku – jam 08:45. Tapi apa yang dilakukan si Craig di kamarku? Apakah ia sengaja menyesatkan diri ke sini? [menyeringai sambil meneteskan air liur. Aerrrgh….!] Hahaha ternyata itu bersumber dari radio tua di pojokan kamar. Sungguh membuat kecewa!
Dan apakah serangkaian hal absurd tadi hanyalah mimpi? Kenapa isi mimpiku tak jelas semua. Hanya satu yang bisa kumengerti – tentang menghajar hantu. Aku bisa maklum kalau bawah sadarku menampilkan citra hantu di mimpiku. Karena sore harinya aku mengulang menonton film ‘sixth sense’ dan si tokoh ‘Cole Sear’ [Haley Joel Osment] yang penyendiri sekaligus smart masih tersisa di kepala. Apalagi tatapan dinginnya [Dasar pedhopil! Hahaha...]. Omong-omong tumben aku masih bisa mengingatnya. Biasanya bagian belakang kepalaku akan berdenyut tak karuan bila mencoba mereka ulang mimpi. Hanya membuat tubuhku berguling ke kanan dan ke kiri. Frustasi. Ingin rasanya kubenturkan kepala ke tembok!
Waaah… Pagi ini pengecualian rupanya. Ini patut dirayakan! Errr… Tunggu! Atau ini gara-gara subuh tadi aku terlalu banyak mengeluarkan cairan alias mencret [ini gara-gara kopi dingin semalam] dan bodohnya itu tak menghalangi untuk melanjutkan tidur yang belum tuntas. Hm… dalam kasus ini sepertinya holmes benar bahwa “Otakku akan lebih tajam kalau perutku kosong”. Ha-ha-ha..

Post-scriptum : Goresan pedang di dada itu benar-benar terasa perih. Sungguh nyata sakitnya. Sama seperti saat aku bermimpi menghisap ganja. Benar-benar merasa melayang ke dimensi entah berantah. Padahal belum pernah mengalami sendiri bagaimana rasanya nge-fly itu. Aneh…
 

Tidak ada komentar: