Minggu, 20 Maret 2011

PAGI YANG DINI


Dini hari, di luar sedang bulan penuh. Sepertinya banyak orang yang menantikannya. Tak seperti biasanya, entah kenapa kali ini aku tidak terlalu antusias untuk ikut menikmatinya. Bisa jadi karena aku kurang nyaman kalau apa yang aku sukai ternyata disukai banyak orang juga. Entahlah, aku lebih bisa menikmati sesuatu kalau hanya ada interaksi antara aku dan sesuatu itu. Aku perlu keintiman untuk menikmati sesuatu. Seperti saat aku menikmati sebuah lukisan, aku tak ingin mendengarkan suara-suara di belakang kepalaku. Aku tak peduli apakah lukisan itu bagus atau tidak. Karena aku percaya tak ada keindahan yang mutlak, setiap orang punya standartnya sendiri-sendiri. Untuk menikmatinya aku hanya perlu diam untuk bisa membiarkan mata, kepala dan perasaanku berintim ria dengan kanvas-kanvas bergambar itu. Membebaskan gambar dan goresan cat itu bercerita sendiri kepadaku

Di luar bulan masih penuh. Dan aku diam berpeluh di dalam ruangan ini. Suara-suara dibalik jendela itu sangat menggangguku. Sedangkan suara-suara di kepalaku juga tak mau kalah. Sungguh berisik! Sesekali aku berbicara pada tembok untuk mengalihkan kebisingan itu. Tapi dasar tembok sialan! ia tak mengacuhkanku, ia memunggungiku, sedang menikmati sinar bulan katanya. Sejak kapan ia begitu peduli pada cahaya, selama ini aku lebih sering mematikan lampu sepanjang hari di kamar ini. Baiklah, kualihkan kegelisahanku pada bantal bantal ini saja, siapa tahu mereka lebih berempati. Tapi sial! sama saja, mereka sibuk membicarakan kecoak yang kemarin menjadi bangkai di atas tubuh mereka. Kukeraskan volume suara radio, mencoba sedikit meredam suara-suara itu. Sedang tidak beruntung! suara itu bahkan lebih keras berpuluh kali dibanding suara dari kotak berkabel itu. Kalau begini harusnya kugembalakan saja suara-suara ini ke dalam tidur, namun sayangnya aku belum mengantuk. Secangkir kopi dari sachet coklat seribuan itu ternyata berhasil membuatku terjaga sampai subuh. Konsekuensinya aku harus bertahan dengan kegelisahan dan kemuraman yang ditimbulkan suara-suara itu. Ini membuatku seluruh pori-pori tubuhku mengeluarkan kelenjar lembab. Hmm... bau apakah ini, seperti bau tanah kering sehabis hujan panjang. kuendus-enduskan hidungku kesana-kemari. Aah brengsek! bahkan aku tak mengenali bau keringatku sendiri. Di sini, Dini hari ini aku benar-benar terasing dari diriku sendiri.

Sudah pagi, apakah bulan di sana masih menarik perhatian orang-orang? aku tak peduli. Biarlah mereka dengan kesenangan mereka sendiri. Aku hanya ingin tidur barang beberapa jam. Beruntung, bersamaan dengan suara adzan subuh di luar sana mataku mulai menyipit menahan kantuk. Sudah cukup untuk suara-suara penuh peluh. Saatnya menidurkan kepala di atas bantal. Selamat tidur untukmu bulan yang dini hari tadi jadi primadona. Hanya sebentar dan engkau akan segera dilupakan. Dan aku akan kembali memujamu. Selamat pagi, tidur yang nyenyak...

Tidak ada komentar: