Senin, 06 Desember 2010

PERCAKAPAN DI POJOK OTAK


Percakapan saya dengan seorang teman :
Teman [T] : “Sedang baca buku apa kamu? Coba lihat!”
Saya [S] : “Ini…”
[T] : “Bukannya ini buku tentang agama Kristen ya?”
[S] : “Bukan. Itu buku yang kebetulan saja ceritanya berlatar belakang Vatikan
dengan segala intrik di dalamnya, yang kebetulannya lagi mereka
beragama Kristen. Bukankah nama lain dari kebetulan adalah Tuhan. Jadi
dengan kata lain aku sedang membaca Tuhan, bukan lembaga, lambang
ataupun institusi yang berjubah agama.”
[T] : “Ha ha ha, ayolah… jangan naif! Tema besar yang diangkat dalam buku ini adalah
tentang Kekristusan dan tetek bengeknya.bukan? Dan tentu saja di dalamnya
banyak berisi doktrin- doktrin dan dogma-dogma yang “sengaja” ditulis untuk
ditanamkan kepada pembacanya. Kamu tahu dengan pasti itu kan?”
[S] : “Benar, lalu apa masalahnya?”
[T] : “Ha ha ha, lucu sekali!”
[S] : “Ahh… jangan terlalu sinis begitu. Apa yang salah dengan membaca buku yang
“lain” dari kita. Apa masalahnya dengan buku komunis, atheis, buku-buku agama
[lain], isme- Isme dan bla la bla… Kita ini sudah cukup “dewasa” dan cukup
“tahu”, sudah bukan saatnya mempermasalahkan hal-hal sepele seperti itu.”
[T] : “Hmm… apa kau tak takut dosa?”
[S] : “Ha ha ha. Ayolah… jangan berpikiran sepicik itu. Kita [otak dan rasa] tak akan
berkembang, kalau kita hanya menuruti yang selalu satu selera saja. Hidup ini
tak melulu tentang bunga melati, di luar sana ada banyak betbagai macam bunga;
mawar berduri, bunga bangkai, bunga teratai, bunga matahari dan bunga-bunga
lainnya. Cobalah membaui semuanya, yaa… salah satunya melalui buku tentunya.”
[T] : “Tapi, tetap saja buku-buku kafir itu sumber dosa!”
[S] : “Dosa yang mana? Kafir yang siapa? Itu hanya buah penghakiman dari otak-otak
yang kurang “makan”. Ayolah teman… Tuhan tak se-kaku itu. Ia pastinya kutu
buku, bukannya setiap agama mempunyai bukunya sendiri. Dan mungkin saja Dia
sekarang ini sedang berada di perpustakaanNya yang besar dan nyaman, duduk
menghadap matahari ditemani secangkir teh sedang membaca buku tentang Kremlin.
He he he…”
[T] : “Engkau tak pernah berubah. Selalu menjadikan Tuhan sebagai bahan
kekonyolanmu.”
[S] : “Ahh… kalian selalu salah mempersepsi maksutku, omonganku tak seharfiah itu.”
[T] : “Halah… omong kosong!”
[S] : “Memang… kalau kita teruskan obrolan ini, jatuhnya hanya akan menjadi omong
kosong penuh basa basi belaka. . Inilah susahnya berbicara dengan orang yang
keras kepala, kata-kata hanya akan membentur dikerasnya otakmu yang berbatu.
Tak ada gunanya!”
[T] : “Hah.. Apa kau bilang! Aku keras kepala?!”
[S] : “Iya. Dan untungnya aku pernah membaca buku bagaimana caranya menjinakkan orang
keras kepala macam dirimu. Jadi, tenanglah saja…”
[T] : “Apa?!”
[S] : “Merendam kepalamu itu ke dalam baskom besar berisi es batu. Biar otak di
kepalamu itu mencair!!! Ha ha ha…”
[T] : “Ha ha ha… sialan kau!”
[S] : “Sudah sudah… ayo kita redamkan kepala dengan secangkir teh. tuhan-mu ini
sedang bermurah hati ingin mentraktirmu, eits… bercanda! He he he…”
[T] : “Ha ha ha… dasar aneh!”
[S] : “Memang! He he he… cukup-cukup, secangkir teh sudah tak sabar menunggu omong
kosong kita.”
[T] : ”Ayolah…”
Dan percakapan itu-pun berakhir di secangkir teh… :)

Tidak ada komentar: