i
Halo tuan Marmut, apakah anda melihat
ikan bersirip daun kemangi jalan-jalan di sekitar sini? Kalau tahu tolong
beritahu aku, karena ia baru saja membawa sekantong penuh kacang mede-ku. Itu
sangat istimewa, karena merupakan oleh-oleh dari peri gigi yang baru saja
bertamasya ke negeri bernama Kejora.
Hai-hai Kacang Merah, apakah kau
melihat serumpunmu menggelinding di sekitar sini? Bila iya, tolong hubungi aku
– tiup saja cangkang keong laut yang sudah keriput,aku akan lekas menyahut.
Oh wahai Dewa Petir, semoga lekas ada
lingkaran Halo besar di atas kepala ikan penderita impulsif kronis itu. Dan
keajaiban membawa sekantong kacang mede-ku kembali ke habitat asalnya, di
kolong ranjangku.
Beribu amin untukmu penguasa bumi
mimpi.
ii
Namanya Mona. Dan dia adalah
laki-laki. Tapi selang beberapa menit kemudian ternyata saya salah, namanya
bukan Mona tapi Monya. Ah, saya lebih suka kalau namanya adalah Mona. “Mona
engkau dimana, sedang apa, bersama siapa?” Haha, rima yang bagus bukan? Uh,
sindrom obsesif kompulsif!
iii
Wah album-album ini benar-benar
underrated – gak mainstream. Saking elitisnya, seumur-umur baru kali ini saya
membaca nama-nama musisinya – saya yang kampungan atau mereka yang terlalu
eksklusif ditelinga saya yang awam dan sangat overrated ini. Wahai tuan
hipster, bolehlah kapan-kapan mampir ke desa saya, akan saya ajak anda
bertamasya ke minimarket berinisial A. Di sana sedang ada obral kaset muziek
yang aziek yang pas dengan kepala anda yang selalu hip dan trendi itu.
Borong-boronglah karena harganya tak lebih mahal dari sepasang sandal jepit
baru. Sayang sekali ya, karya musik ‘avant-garde’ hanya dihargai segitu. Hoho, mungkin pikir minimarket berinisial A
itu; “daripada membusuk di gudang lebih baik dilelang dengan lancang”.
Ha-ha, kill me! kill me! kill me! kill
me with your tongue, love!
iv
Saat sedang bersih-bersih dapur tanpa
sengaja jari tangan saya tergores sebuah pinggiran perkakas dapur yang terbuat
dari seng yang tajam. Kresss! Perih
sekali, cekat-cekut-cenat- cenut. Sakitnya sampai ke ujung syaraf di kepala.
Untunglah lukanya tidak terlalu parah, kira-kira goresannya hanya sekitar 2 cm.
Hanya-pun begitu yang namanya tergores benda tajam rasanya ya;
mendirikan-bulu-roma-di-sembilan-detik-pertama.
Lalu apa yang saya lakukan, saudara?
Saya hanya berdiri mematang selama beberapa menit – setelah mengaliri luka itu
dengan air – berharap perihnya cepat berlalu. Ya akhirnya itu luka
cenat-cenutnya reda juga. Lalu saya melanjutkanlah aktifitas cuci-cuci piring.
Kan kena cairan sabun cuci, apa tidak sakit nona Lina? Ah prinsip saya jangan
manja-manjain luka, apalagi luka kecil kayak gini. Harus ditempa biar cepat
sembuhnya, hehehe...
Emang sih agak perih sedikit, tapi
masih tertangguhkan-lah ya. Namun lama-lama kebas juga lho. Sumpah, ringisan
saya benar-benar mereda.
Namun ya begitulah begitudeh yang
namanya luka gores itu macam ababil, gak tentu arah. Kadang sakit kadang reda. Modi-an
banget pokoknya. Kalau kena deterjen dan cairan pencuci lainnya saya masih bisa
tahan, tapi kalau sudah kena garam; begh, nyiksa batin dan raga sangat amat.
Jadi membuat saya kepikiran lebih milih mati ditembak tepat di pangkal otak
daripada mati kena tebas atau gorok. Tuhan, itu sangat mengiris seluruh sendi
dan saraf tubuh! Uh, tiba-tiba hati saya ikutan perih membayangkannya.
Dan kalau anda adalah seorang psikopat
yang benar-benar ingin membuat korban anda menderita dunia akhirat, cobalah
mengiris-ngiris tubuh ‘pasien’ anda itu lalu taburi garam diatas
sayatan-sayatan lukanya tersebut. Oh ikan tuna, itu benar-benar menderita.
MENDERITA!!!
v
saya kadang heran kenapa banyak orang
yang begitu jijik dengan kecoak. Apakah mereka identik dengan kotor? Tapi saya
kog merasa biasa-biasa saja ya? Menurut saya binatang yang menjijikkan adalah
tikus. Bulunya dan tekstur tubuhnya yang kenyal-kenyal itu begitu ‘idih’
menjijikkan sekali. Saya tidak suka tikus apalagi yang baru dilahirkan, merah
berlendir.
Kecoak itu mah biasa saja. Tekstur
kulitnya yang kokoh dan tebal sama sekali jauh dari kesan geli apalagi
menjijikkan atau menakutkan. Hal itu lebih banyak mengingatkan saya pada bangun
tubuh Baja Hitam.
Bila anggapan publik sudah umum kalau
mereka menjijikkan bukan berarti saya harus ikut-ikutan. Saya punya selera
sendiri dong ah!
Kadang saya merasa geli kalau melihat
pria-pria macho yang lari terbirit-birit ketika melihat kecoak – seperti waria
yang kena trantib. Hahaha...
vi
Saya rasa lamunan saya akhir-akhir ini
sudah mulai keterlaluan. Saya selalu seperti ini; sesaat sebelum tidur, pada
saat senggang, bahkan pada saat melakukan sesuatu,
saya-membuat-dunia-sendiri-di-kepala. Saya menentukan tokohnya, alurnya,
settingnya, jalur ceritanya, intinya saya adalah sutradaranya. Ada keasyikan
tersendiri bermain-main di sana. Kamu merasa bisa menyalurkan apa-apa yang
tidak bisa kau dapatkan di dunia nyata. Misalnya menyusun cerita seperti ini;
tiba-tiba saya mendapatkan warisan dari seorang milyuner konglomerat dunia.
Karena bingung harus membagikan hartanya kepada siapa – beliaunya tidak
mempunyai dinasti penerus ataupun anjing peliharaan – maka secara random
terpilihlah saya, wanita-sangat-beruntung-kala-itu. Harta diserahkan secara
diam-diam – tanpa publikasi apapun, karena si saya membenci segala bentuk
sorotan dan ketenaran. Setelah mendapatkan harta melimpah, si saya ini lantas
mewujudkan mimpinya yang belum kesampaian karena kemuskilannya. Mulailah saya
berkeliling dunia. Traveling sepuasnya – lone
traveler. Si saya ini punya prinsip; tak akan menikah sebelum keliling
dunia. Setelah puas berkeliling dunia, mulailah saya menetapkan pilihan pada
tempat untuk ditinggali. Sebuah tempat yang benar-benar asing tentunya, dimana
tak seorang-pun mengenali saya. Kemudian saya membangun sebuah perpustakaan
yang lengkap, nyaman dan asri – terbuka buat umum dan gratis. Lantas seiring berjalannya
waktu, si saya kemudian jatuh cinta kepada lelaki seberang jalan yang mempunyai
toko kaset musik dan tempat penyewaan VCD/DVD film. Lantas kami saling
kasmaran dan hidup bersama. Bahagia dan sedih bersama selamanya.
Haha. wajarkah lamunan saya ini, tuan?
vii
Saya tidak mau mati dalam keadaan
selang oksigen yang terpasang di hidung; kantong infus yang terus diganti
berkali-kali setiap harinya; injeksi dan obat-obatan yang tak terhitung
jumlahnya; resep obat yang tak ada henti-hentinya; saat kencing dan buang air
besar harus dilakukan di tempat tidur; ketika makanpun harus disuapi; banyak
pantangan-pantangan yang tak kuasauntuk dilanggar
Itu terjadi saat kerut mengerut
menghiasi wajah dan badanmu. Pendengaran mulai mengabur, ingatan mulai melamban,
mata mulai tak awas. Ya, saya benar-benar tak mau mati dalam keadaan seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar