Kamis, 05 Juli 2012

RANDOM: HAL KONYOL


1. Dimensia

Suatu malam dipenghujung tahun 2011 yang sangat haus masuklah saya kesebuah minimarket berinisial A. Tanpa babibu saya langsung menuju lemari pendingin berwarna merah darah menggiurkan. Entah mengapa tiba-tiba mata saya ingin melihat tanggal kadaluarsa di teh kotak dingin yang saya pilih – saya adalah tipikal orang yang langsung konsumsi tanpa peduli tenggat berapa makanan layak masuk kerongkongan – setelah melihat deret angka itu otak saya langsung berputar mencari kesimpulan; “gila!  Ini kan sudah masuk tanggal kadaluarsa.” Bagaimana mungkin toko yang punya nama sebesar ini bisa seceroboh itu. Saya lantas melihat kemasan minuman lain, sama saja. Kemudian saya mencoba membandingkannya dengan makanan ringan dalam kemasan plastik, eh sama juga. 

Entah berapa lama saya berputar-putar di tempat itu, tanpa satu barangpun di tangan saya. Sumpah serapah memenuhi kepala saya. Tiba-tiba entah setan darimana yang untungnya berbaik hati memukul tengkuk saya; ini bukan Desember 2012, ini Desember 2011 bodoh!’ Hahaha, lantas meledaklah tawa saya. Kasihan sekali, entah sudah berapa puluh menit saya bertingkah seperti orang bodoh, yang merasa hidup satu tahun lebih cepat. Benar kata Sinchan, segala bentuk manusia ada di muka bumi ini. Dan saya adalah bentuk dari sinonim kata ‘konyol’. 

2. Mbak Cantik dan Malaysia

“Eh Lin Malaysia itu udah gak jadi bagian dari wilayah Indonesia lagi ya?”

“Eh, apa?

Pertanyaan di siang yang santai itu hampir membuat jantung saya berhenti mendadak. Membuat saya ingin menelan bulat-bulat piring bekas makan siang yang ada di sepan saya. Sumpah kotak tertawa saya hampir meledak tanpa ampun, namun demi melihat ekspresinya yang sungguh-sungguh bertanya – dan saya tak melihat kerut main-main di sana – maka mati-matianlah saya menahan tawa, seperti menahan kentut yang membuat perut cenat-cenut. Kemudian dengan berbaik hati saya jawablah pertanyaannya itu; “besok aku pinjami buku sejarah keponakanku ya?”

Hahaha, sebuah pertanyaan konyol dari mbak cantik wangi yang calon sarjana pula. Ah, katalog belanjaan yang berjibun itu kadang hanya membuat pintar penampilan.

3. Kanker Abal-Abal

Mimisan dan rambut rontok adalah indikasi adanya kanker, sinetron mengajarkan itu. Dan saya mengalaminya saat Dharmawisata ke Bali jaman SMA dulu. Selama di Bali hidung saya tak henti-hentinya mengeluarkan darah, pernah sih saya mimisan tapi ya tak pernah sebanyak itu. Di penginapan saat baru tiba saja saya menghabiskan satu handuk besar demi menampung stok darah dari lubang hidung. Karena itulah kemana-mana saya berbekal tisu seabrek hasil sumbangan dari teman-teman – ya, dari dulu saya paling malas menenteng tisu kemanapun itu. Kalo keringetan ya tinggal elapin ke baju, iyuuuh…

Dan salahnya mimisan itu dibarengi dengan rambut saya yang tiap harinya rontok satu kepalan tangan banyaknya, maka berpikirlah saya yang tidak-tidak. Saya langsung berkonklusi kalau saya menderita kanker stadium sekian. Ketika di dalam bis selama berputar-putar di Bali, pikiran saya melayang ke langit lapis tujuh, membuat alur cerita sendiri; kepala botak – saya tak keberatan dengan ini, berharap bisa semempesona Sinead O'Connor  – obat dan injeksi berkali-kali banyaknya, bagaimana reaksi dan perasaan bapak ibu saya, bagaimana rasanya sekarat, lalu siapa saja yang mengantarkan saya ke kuburan. Saya seperti melihat pementasan drama di kepala keruh saya. Uh, saya merasa tidak sedang di pulau Dewata tapi di pulau penuh rana.

Sekembalinya dari Bali mimisan dan rambut rontok saya hilang begitu saja. “Itu mungkin karena faktor kelelahan saja,” ujar ibu saya. Ah konyol sekali, membuat saya tidak bisa menikmati liburan semaksimal mungkin. Dewa-Dewi di sana pasti menertawakan saya dengan riangnya…


Tidak ada komentar: