Senin, 02 Juli 2012

BUKU IMUT BERWARNA LEMBUT DENGAN WANGI LUMUT



Tiba-tiba saya ingin punya buku diary lagi, setelah tanpa sengaja tangan saya yang ceroboh ini menyenggol tumpukan buku adik saya dan tadaaa… saya menemukan buku mungil dengan tali pembatas berwarna merah hati itu. Kenyataan bahwa adik laki-laki saya yang sangar dan pembangkang itu punya buku ranah pribadi berupa diary bersampul merah jambu bergambar teddy bear membuat sendi-sendi saya membeku sepersekian detik lantas mulut menganga sekian senti dan mengeluarkan bunyi “wow!”. Saya tak tega melihat isinya, dari sampulnya saja saya sudah bisa membaca apa yang ditulis adik saya – pun saya kira itu tindakan yang tak berselera, seperti mengintip orang yang sedang mandi.

Nah betapa saya tidak belajar bahwa penampilan tidak mewakili keseluruhan, betapa universe terlalu besar untuk diwakilkan pada bintang gemintang. “Berhentilah berlagak seperti cenayang!” seharusnya saya tulis itu besar-besar dengan huruf  kapital tebal di jidat saya.

Kontroversi adik saya dengan buku imutnya itu telah menggelitik rasa ingin saya untuk ikut memilikinya. Ego saya tak bisa terima bagaimana saya bisa ketinggalan dalam hal ini dengannya. Bagaimana seekor kucing bisa mencintai hamster. Ah sudahlah, buang ke tong sampah pikiran dangkal saya yang menjijikkan ini.

Ehm tapi kemudian saya tersadar tentang satu hal yang krusial; apa yang akan saya tulis bila saya punya diary? memang sih saya pernah punya diary saat kelas 2 SMP dulu, tapi setelah lembar ke-lima saya mulai bosan. Menuliskan hal-hal pribadi secara gamblang bukan hal yang mudah bagi saya. Saya perlu metafora dan simbol-simbol yang kadang hanya saya sendiri yang bisa mengerti. Introvert adalah nama tengah saya. Saya tak akan dengan mudah membiarkan orang lain mengerti tentang saya. Seperti tipikal permainan Italia yang defensih. Terdengar konyol memang, bahkan pada lembar kertas pun saya masih menyimpan kekikukan yang memicu tremor itu. Tambahan pula apa sih yang mau saya tuliskan, hidup saya toh begini-begini saja; tak ada meteor jatuh diatas kepala saya. Bercerita tentang bubuk kopi robusta java yang baru saya beli kemarin atau tentang kekaguman saya pada kecoak yang terjebak dilubang kloset adalah hal yang perlu dipikir ulang untuk menggubahnya menjadi bentuk deret huruf. Hahaha,sepertinya saya perlu mengkaji lagi perlu tidaknya untuk memiliki buku berwarna lembut itu. “Hei salut untuk kalian yang memiliki buku diary, you  rock!





Post-scriptum; Kalau adik saya tahu saya membahas tentang dia beserta buku imutnya di sini, bisa-bisa tubuh saya dikaramkannya di sungai Amazon, dijadikan hidangan penutup dipesta bujangan para Piranha jejaka! ”Sorry kiddo, just another intermezzo. Hehehe…”


Tidak ada komentar: