Senin, 04 Januari 2010

DI BERANDA MALAM HUJAN MENGIRIS GERIMIS

CHAPTER I :


"Nak,jangan suka hujan-hujanan di siang bolong begini,
Apalagi pas orang-orang pada khusuk jum'atan,
PAMALI!"
Itu nasehat ibuku.
saat aku kanak-kanak dulu.
Nasehat yang mengancam menurutku.
Tapi aku tak peduli.
Kutulikan seluruh sendi.
Meninggalkan jejak buih di gelombang otakku.
Aku terus berlari.
Berjubah sayap sembrani.
Memeluk rintik hujan di sela-sela jemari.
Dan sampai pada akhirnya...
Sampai pada waktunya...
Sosok ibu adalah penyambung lidah Tuhan.
Dimana setiap kata adalah sabda.
Gerimis menghianatiku.
Merayu beling karatan menelikungku.
Menguakkan gading putih arteri.
Di telapak kaki telanjang tak kenal dosa.
Yang selama ini setia mengajakmu menari.
Melintasi hari berganti mimpi.
Ahh...
Kau menghianatiku gerimis!
Lihatlah...
Darahku liar mencumbumu.
Mengalirkan air di mendung mataku.
Deras mengambang pasang.
Di pelupuk mataku segala luruh.
Dalam bisu yang pilu.
Huh...!
Teganya kau menghianati.
Aku hanya bocah...
Dekil ingusan kurus tak tahu urus.
Kau telah memupus lumpuh keluguanku.
Menguapkan segala naif.
Merintikkan fatamorgana.
Kala...
Hujan mengiris gerimis.
mengembun narasi liris.
Membasahi sajak yang tertikam sepi pagi.
Kutabur kamboja...
Di beranda yang redup suluhnya.
Kujentikkan niscaya.
Menjadikan jelaga selamanya.
Di bayang-bayang semu musim kesumba.
Sepertinya...

Tidak ada komentar: